Al-Barra ibn Ma‘rur Pemimpin Baiat Aqabah Kedua

Al-Barra ibn Ma‘rur sahabat Nabi dari kalangan Anshar yang berasal dari kabilah Khazraj, keturunan Bani Silmi. Ayahnya bernama Ma’rur ibn Shakhr ibn Khansa; ibunya bernama al-Rubab bint al-Nu‘man ibn Imri al-Qais ibn Zaid ibn Abdul Asyhal. la masih keponakaii Sa‘d ibn Muaz dan memiliki nama panggilan Abu Basyar.
la mendengar dakwah yang disampaikan oleh Mush‘ab ibn Umair, utusan yang dikirim Rasulullah saw. ke Madinah sebagai mubalig yang mengajarkan Islam dan membacakan kepada mereka ayar-ayat Al-Quran. Setelah mendengarkan dakwah itu, al-Barra ibn Ma‘rur merasakan cahaya iman merasuki dan menerangi hatinya yang kemudian menuntunnya untuk memeluk agama Allah. Mush‘ab ibn Umair telah berjanji akan membawa beberapa orang dari Yatsrib untuk menemui Rasulullah saw. di Aqabah pada musim haji, tepat pada hari-hari tasyrik. Akhir nya, saat yang dijanjikan tiba dan rombongan orang Yatsrib yang terdiri atas 70 orang laki-laki berangkat menuju Makkah, termasuk di dalamnya al-Barra ibn Ma‘rur. Dalam rombongan itu hanya ada dua orang wanita, yaitu Ummu Umarah dan Ummu Manik. Di tengah kegelapan malam dan terlindung dari pengawasan orang Quraisy, rombongan orang Yatsrib itu menunggu dengan cemas kedatangan Rasulullah saw. di Aqabah. Kegelapan seakan sirna ketika RasuluIIah saw. datang ditemani pamannya, al-Abbas ibn Abdul Muthalib, yang sengaja menemani beliau dan melindunginya hingga bisa menuntaskan keperluannya dengan kaum Anshar.
Ibn al-Atsir mengatakan dalam biografi al-Barra ibn Ma‘rur bahwa ia merupakan pemimpin Bani Salamah dan orang yang pertama kali membaiat Rasulullah saw. pada malam Baiat Aqabah Pertama. la juga orang yang pertama menghadap kiblat dan mewasiatkan sepertiga hartanya. la wafat pada masa awal Islam, yaitu pada masa Rasulullah saw.’ Menurut pendapat yang lebih kuat, ia membaiat Rasulullah saw. pada malam Baiat Aqabah kedua, yaitu malam ketika beliau memilih dua belas orang pemimpin dari suku Aus dan Khazraj yang ditugasi untuk menyeru kabilahnya masing-masing.
Dalam kitab sejarahnya Ibn Hisyam mencatat sebuah hadis dari Ibn Ishaq tentang apa yang terjadi pada malam yang suci itu. Ibn Ishaq meriwayatkan dari Ma‘bad ibn Ka‘b ibn Malik ibn Abu Ka‘b ibn al-Qayn—kerabat Bani Salamah bahwa saudaranya, Abdullah ibn Ka‘b (seorang alim dari golongan Anshar) telah bercerita bahwa ayahny yang ikut menyaksikan Baiat Aqabah—mengatakan, “Kami berangkat mengikuti rombongan haji orang Yatsrib yang masih musyrik. Sementara, kami telah menyatakan keislaman kami, mendirikan shalat, dan mempelajari agama. Di antara rombongan kami terdapat al-Barra ibn Ma‘rur, pemimpin dan sesepuh kami.
Di tengah perjalanan setelah kami keluar dari Madinah, al-Barra berkata, ‘Wahai anggota rombongan, aku telah bermimpi. Demi Allah, aku tidak tahu apakah kalian akan setuju dengan mimpiku itu atau tidak.’
Kami bertanya, ‘Bagaimanakah mimpimu itu?’
la menjawab, ‘Aku bermimpi bahwa aku tidak boleh memunggungi bangunan ini (Ka‘bah) dan aku harus shalat menghadapnya.’
Kami menjawab, ‘Demi Allah, yang kami tahu, Nabi kita hanya shalat menghadap ke Syam (Baitul Makdis) dan kami tidak mau menyimpang darinya.’
Al-Barra berkata, ‘Baiklah kalau begitu, aku tetap akan shalat menghadapnya (Ka‘bah).’
Kami menjawab, ‘Kami tidak mau melakukannya.’
Maka, saat datang waktu shalat, kami semua menghadap ke Syam, sedangkan al-Barra menghadap Ka‘bah sampai akhirnya kami tiba di Makkah. Kami selalu mencela apa yang dilakukannya dan ia tidak memedulikan celaan kami. la kukuh dengan pendapatnya, shalat menghadap Ka‘bah. Saat kami tiba di Makkah, ia berkata kepadaku, ‘Hai keponakanku, mari kitapergi menghadap Rasulullah saw. hingga kita bisa menanyakan apa yang telah kulakukan selama perjalanan. Demi Allah, ada yang mengganjal di hatiku ketika melihat kalian menentangku.’
Maka kami berangkat untuk menemui Rasulullah saw. dan menanyakan persoalan itu. Kami tidak tahu harus ke mana berjalan karena kami belum pernah mengenal beliau dan tak sekali pun melihat wajahnya. Saat berjalan, kami bertemu seorang laki-laki Makkah dan kami bertanya kepadanya tentang Rasulullah saw. Laki-laki itu bertanya, ‘Apakah kalian berdua mengenalnya?’
Kami menjawab, ‘Tidak.’
‘Apakah kalian kenal al-Abbas ibn Abdul Murhalib?’
‘Ya, kami mengenalnya.’
Kami memang mengenal al-Abbas karena beberapa kali ia berkunjung ke Madinah untuk berdagang.
Kemudian laki-laki itu berkata, ‘Jika kalian memasuki masjid, lihatlah laki-laki yang duduk bersama al-Abbas, dialah Muhammad.’
Maka, kami bergegas memasuki masjid dan kami lihat al-Abbas sedang duduk bersama Rasulullah saw. Kami pun mengucapkan salam dan duduk di hadapan mereka.
Rasulullah saw. bertanya kepada al-Abbas, ‘Apakah kau mengenal dua orang ini, wahai Abu Fadhal?’
Al-Abbas menjawab, ‘Ya, aku kenal, ia adalah al-Barra ibn Ma‘rur, pemimpin kaumnya, dan ini Ka‘b ibn Malik.’
Ka‘b menuturkan, “Demi Allah, aku tidak pernah lupa komentar Nabi saw. ketika namaku diseburkan oleh al-Abbas. Saat itu Nabi saw. bersabda, ‘Oh, Ka‘b sang penyair?’
Aku menjawab, ‘Benar.’
Kemudian al-Barra berkata kepada beliau, ‘Wahai Nabi Allah, aku telah berangkat dari negeriku menempuh perjalanan ini. Allah telah memberiku petunjuk kepada Islam. Tetapi di perjalanan aku bermimpi agar aku tidak memunggungi bangunan ini (Ka‘bah) sehingga aku shalat menghadap ke arah Ka‘bah. Tetapi teman-temanku yang lain menyalahkan sehingga aku merasakan ganjalan dalam hatiku. Bagaimana menurutmu?’
Rasulullah saw. menjawab, ‘Sebenarnya kau telah menghadap kepada kiblat yang benar, seandainya kau bersabar.
Maka, setelah mendapat penjelasan dari Rasulullah saw., al-Barra menghadap ke kiblat beliau dan ia shalat bersama kami dengan menghadap ke arah Syam. Namun, keluarganya berpendapat bahwa al-Barra tidak pernah berpaling dari kiblatnya ke arah Ka‘bah hingga ia wafat. Mereka bilang, ‘Kami lebih mengetahui keadaan dirinya dibanding mereka.
Ibn Hisyam menuturkan syair yang didendangkan oleh Aun ibn Ayub al-Anshari:
Di antara kami ada orang yang mendirikan shalat.
Dialah yang pertama kali shalat berkiblat Ka‘bah
Orang yang dimaksud dalam syair itu adalah al-Barra ibn Ma‘rur.
Ketika waktu pertemuan yang dijanjikan tiba, rombongan orang Yatsrib berkumpul menunggu kedatangan Rasulullah saw. Tidak lama kemudian, Rasulullah saw. datang bersama al-Abbas.
Pertemuan diawali oleh al-Abbas yang menanyakan keseriusan orang Yatsrib untuk menolong dan melindungi Rasulullah saw., karena keluarga dan suku Quraisy memusuhinya. Setelah paman Nabi saw. berbicara, mereka berkata, “Kami telah mendengar perkaraanmu, bicaralah wahai Rasulullah, la kukanlah apa yang kausukai dan disukai Tuhanmu.”
Kemudian Rasulullah saw. berbicara, membacakan ayat-ayat Al-Quran dan berdoa kepada Allah. Beliau mengajak mereka untuk memeluk Islam, lalu bersabda, “Aku membaiat kalian bahwa kalian akan menjaga dan melindungiku sebagaimana kalian menjaga dan melindungi istri serta anak-anak kalian.”
Tanpa ragu-ragu, al-Barra langsung menjabat tangan Rasulullah saw. dan berkata, “Baiklah, demi zat yang telah mengutusmu sebagai Nabi, kami akan menjaga dan melindungimu seperti kami menjaga keluarga kami. Maka baiatlah kami, wahai Rasulullah.
Demi Allah, kami adalah orang yang terlatih berperang dan kami ahli dalam urusan senjata. Kami mewarisi keahlian itu dari leluhur kami. ”
Ka’b ibn Malik menuturkan bahwa Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Pilihlah di antara kalian dua belas orang pemimpin sebagai wakilku yang akan bertanggung jawab untuk menyeru kaumnya masing-masing.”
Kemudian mereka memilih dua belas pemimpin, sembilan orang dari kabilah Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus, termasuk al-Barra. Sejak saat itu, banyak orang yang berbondong-bondong mendatangi Rasulullah saw. dan menyatakan sumpah setia kepada beliau.
Ketika mereka selesai berbaiat, tiba-tiba setan berteriak dari atas pohon Aqabah dengan suara lantang, “Hai penduduk, apa kalian tidak khawatir, mereka sedang berkumpul untuk memerangi kalian?” ucapan setan itu ditujukan kepada kaum Quraisy yang tidak mengetahui adanya pertemuan antara Nabi saw. dan orang Yastrib.
Tetapi baginda Nabi saw. bersabda menenangkan hadirin, “Tenang saja, dedaunan pohon di Aqabah yang rindang melindungi kalian, dan itu adalah suara Ibn Azyab (setan).”
Ibn Hisyam menuturkan bahwa Rasul berkata kepada Ibn Azyab, “Apakah kau mendengar (hai musuh Allah), aku ber janji akan menghabisimu.”
Lalu Rasulullah saw. bersabda kepada orang Anshar, “Pergilah kalian secara diam-diam.”
Al-Abbas ibn Ubadah ibn Nadhah berkata, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika kau berkehendak, pasti kami akan membunuh semua penduduk Mina dengan pedang kami.”
Tetapi Rasulullah saw. bersabda, “Kami tidak diperintahkan untuk itu. Sekarang, kembalilah kepada kafilah kalian.”
Mereka pun melakukan perintah Rasulullah saw. dan beristirahat hingga pagi tiba. Keesokannya, kaum Anshar kembali pulang ke Yatsrib beserta dua belas pemimpin yang telah ditunjuk oleh Rasulullah saw. Tiba di kota kelahiran, mereka menyeru keluarga dan anggota kabilah masing-masing ke dalam ajaran Islam. Mereka terus menanti kedatangan manusia yang paling mulia, Muhammad saw.
Namun, salah seorang pemimpin, al-Barra ibn Ma‘rur, jatuh sakit sebelum Nabi saw. berhijrah ke Madinah. Ketika al-Barra merasa sakitnya semakin parah, ia pun berwasiat dan membagi hartanya menjadi tiga bagian: sepertiga untuk Allah, sepertiga untuk Rasulullah saw., dan sepertiga untuk putranya, Basyar. Kemudian ia mengembuskan napasnya yang terakhir.
Ketika Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah, beliau mengunjungi makam al-Barra, shalat, dan mendoakannya di sana. Kemudian beliau mengembalikan harta wasiat kepada ahli warisnya dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah ia, rahmatilah ia, dan masukkan ia ke dalam surga, dan sungguh Engkau telah melakukannya.”
Semoga Allah memberinya rahmat.

Al-Barra ibn Malik; Membunuh 100 Orang Persia

Leave a Reply