Home » Blog » Bekas Perang Riddah

Bekas Perang Riddah

Bekas Perang Riddah

Daerah-Daerah yang Kembali Kepada Islam

Khalid bin Walid sudah berhasil membasmi kaum murtad di kalang an Banu Asad dan Banu Tamim di daerah-daerah Yamamah. Dan mereka yang masih hidup di kalangan kabilah-kabilah itu kembali kepada agama yang benar, kepada Islam. Perkampungan kabilah-kabilah ini di timur laut tanah Arab sampai ke perbatasan Teluk Persia di sebelah timurnya, yang letaknya di sebelah utara Medinah dari arah timur, kemudian menyusur turun sampai ke arah tenggara Mekah. Daerah kekuasaan yang menyatakan setia kepada Abu Bakr — yang ketika Perang Riddah dulu hanya terbatas pada kawasan segi tiga, ujungnya di Medinah dan dasarnya antara Mekah dengan Ta’if— telah membuka jalan untuk mengembalikan semua itu kepada Islam.

Pembangkangan kabilah-kabilah di daerah utara Medinah tidak begitu berbahaya dalam arti sampai membawa akibat yang mengkhawatirkan. Ahli-ahli sejarah pun tak ada yang menyebutkan bahwa penduduk kawasan itu bersikeras mau murtad dan untuk itu mau berperang seperti dalam uraian mereka mengenai Banu Asad atau Banu Hanifah di Yamamah. Tak ada yang dikecualikan dari semua ini selain Dumat al-Jandal yang dipimpin oleh Ukaidir al-Kindi. Hanya daerah ini yang tetap membangkang sebelum ditundukkan oleh Khalid bin Walid, dan Ukaidir yang ditawan diselesaikan. Khalid menaklukkannya ketika dalam perjalanan ke Irak.

Pembangkangan di Selatan Semenanjung

Di bagian selatan pembangkangan kepada Abu Bakr dan yang murtad dari Islam masih marak. Karenanya masih timbul kontak senjata antara pasukan Muslimin dengan kawasan selatan ini, meskipun tak berlangsung lama. Kalau kita menyebut bagian selatan berarti separuh tanah Arab, dan ini tak boleh dianggap enteng. Kawasan yang separuh ini menyusuri pantai sepanjang Teluk Persia ke Teluk Aden, Laut Merah sampai ke utara Yaman. Di sini terletak kerajaan-kerajaan kecil terdiri Peta Perang Riddah Berdasarkan peta The Cultural Atlas of Islam oleh Isma’il R. al-Faruqi. dari Bahrain, Oman, Mahrah, Hadramaut, Kindah dan Yaman. Orang tak akan dapat melintasi kerajaan-kerajaan ini dari timur ke barat atau dari barat ke timur tanpa harus melewati daerah itu semua, dan letaknya pun berurutan sepanjang pantai kedua teluk dan Laut Merah itu. Selain Yaman, semuanya bukan negeri kaya. Jaraknya hanya beberapa mil antara perbatasan itu dengan pantai. Selebihnya, bagian selatan Semenanjung yang dikelilingi kerajaan-kerajaan itu dan terpisah dari laut, ialah pedalaman Dahna’, yang pada waktu itu merupakan gurun yang berbahaya, bahkan sampai waktu kita dewasa ini. Sekarang kawasan itu disebut ar-Rub’ul Khali.

Pengaruh Persia di Negeri-Negeri yang Bergolak

Jika demikian letak negeri-negeri itu mudah sekali kita memahami adanya hubungan itu dengan Persia. Sebaliknya, betapa sulitnya melintasi kawasan itu ke negeri-negeri Arab di bagian utara. Melintasi Dahna’ tidak mungkin. Yang datang dari Hijaz ke Oman, Kindah atau Hadramaut, perjalanan ke daerah-daerah itu harus melalui Bahrain di sebelah timur atau melalui Yaman di sebelah barat. Karena letak geografisnya yang demikian rupa hubungan kawasan ini dengan Persia jadi terbuka, bahkan sampai dikuasai, hal yang tak mungkin akan terjadi dengan negeri-negeri Arab yang lain.

Di atas sudah kita singgung bahwa Yaman masih berada di bawah kekuasaan Persia. Setelah Bad-han masuk Islam, yang sebelum itu gubernur Persia di Yaman, oleh Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam ia dibiarkan dalam tugas dan kekuasaan itu. Di Bahrain dan Oman kekuasaan Persia lebih menonjol lagi dengan besarnya jumlah orang Persia yang menetap di kedua wilayah itu. Mereka ini menjadi pihak yang berkuasa atas penduduk daerah itu. Setiap dikhawatirkan terjadinya pemberontakan orang-orang Arab yang ingin melepaskan diri dari pengaruh Persia itu, atau usaha untuk menumbangkan kekuasaan mereka di kawasannya tersebut, pihak Persia selalu memberi bantuan kepada orangorangnya di sana dengan pengaruh dan senjata. Dengan demikian tidak heran jika negeri-negeri itulah yang terakhir menyatakan diri masuk Islam, yaitu dalam Tahun Perutusan pada masa Rasulullah, dan yang pertama pula menjadi murtad setelah Nabi wafat. Seterusnya mereka ini pulalah yang terakhir kembali kepada Islam setelah terjadi perang mati-matian mengakhiri perang-perang Riddah itu. Sesudah itu, kesatuan agama dan kesatuan politik negeri-negeri Arab kawasan ini kembali stabil.

Laporan sumber-sumber itu tidak sama, kapan sebenarnya perang Riddah di kawasan ini terjadi: pada tahun kesebelas Hijri seperti di sebutkan, ataukah pada tahun kedua belas. Rasanya tak perlu kita mempersoalkan perbedaan ini. Yang pasti, sejak dibaiatnya Abu Bakr terjadi pergolakan sambung-menyambung sebelum semua negeri Arab itu ditundukkan. Kawasan selatan ini pun kemudian melaksanakan kebijaksanaan Abu Bakr juga. Keimanan mereka sudah begitu kuat, tekad mereka dalam perjuangan pun cukup mantap. Mereka juga ingin memperoleh dan mati syahid seperti sahabat-sahabat Rasulullah yang mulamula dahulu.

Melihat letak geografis kawasan itu, mau tak mau langkah Muslimin harus dimulai dengan membasmi segala pemurtadan di daerahdaerah itu dengan melangkah dari Bahrain ke Oman, seterusnya ke Mahrah sampai ke Yaman, atau dari Yaman ke Kindah lalu ke Hadramaut sampai ke Bahrain. Tetapi mereka lebih menyukai dimulai dari Bahrain sebab tempat ini bertetangga dengan Yamamah, dan kemenangan mereka di Aqriba’ besar sekali pengaruhnya di kawasan itu, di samping memang lebih mudah daripada dari Yaman. Dengan dimulai dari sana, harapan memperoleh kemenangan seperti itu di negeri-negeri tetangga lainnya lebih besar.

Menghadapi Kaum Murtad di Bahrain

Sungguhpun begitu, perjuangan Muslimin untuk membasmi kaum murtad di Bahrain itu tidak mudah. Bahrain merupakan sekeping tanah sempit menyusuri pantai Hajar di Teluk Persia yang memanjang dari Qatif ke Oman. Di sana sini padang pasir hampir bersambung dengan laut Teluk, sedang di bagian hulu bersambung dengan Yamamah, yang hanya dipisahkan oleh bukit barisan yang mudah dilewati bila menurun. Banu Bakr dan Banu Abdul Qais dari kabilah Rabi’ah tinggal di Bahrain ini dan di Hajar. Bersama mereka tinggal pula sekelompok pedagang dari India dan Persia dan mereka menempati bandar-bandar di muara Sungai Furat ke Aden. Mereka sudah bersanak semenda dengan penduduk setempat dan sudah beranak pinak. Raja kawasan itu, al-Munzir bin Sawa al-Abdi, seorang Nasrani, sudah memeluk Islam ketika diajak oleh Ala’ bin al-Hadrami yang pada tahun kesembilan Hijri diutus oleh Nabi ke Bahrain. Sesudah masuk Islam pun al-Munzir ini tetap sebagai raja atas kaumnya itu. Dia mengajak orang menganut Islam seperti yang dilakukan oleh Jarud bin Mu’alla al-Abdi. Jarud ini pernah datang kepada Nabi di Medinah, ia masuk Islam dan mendalami ajaran agama. Kemudian ia kembali ke kabilahnya, mengajak mereka masuk ke dalam agama yang benar ini sambil mengajarkan seluk beluk agama kepada mereka.

Permulaan Murtad di Bahrain

Al-Munzir bin Sawa wafat dalam bulan yang sama ketika Nabi wafat. Sekarang penduduk Bahrain berbalik jadi murtad semua, tak berbeda dengan daerah-daerah lain di Semenanjung itu, yang juga murtad. Pergolakan karena pemurtadan ini menyebabkan Ala’ bin al-Hadrami lari dari Bahrain, begitu juga utusan-utusan Nabi yang lain lari dari daerah-daerah yang murtad itu. Tetapi Jarud al-Abdi tetap bertahan dalam keislamannya, bahkan ketika ia menanyakan kepada kabilahnya apa sebab mereka murtad, mereka menjawab: Kalau Muhammad seorang nabi ia tak akan mati. Kamu tahu — kata Jarud — bahwa dulu nabi-nabi itu banyak, apa yang terjadi? Mati—jawab mereka. Bahwa Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam juga wafat seperti para nabi sebelumnya itu — kata Jarud pula. Aku bersaksi, tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya. Mereka semua pun mengucapkan kalimat syahadat itu dan mereka kembali dan bertahan dengan Islam.

Kembalinya Banu Abdul Qais tidak merintangi penduduk Bahrain dari pemurtadannya. Dengan dipimpin oleh al-Hutam bin Dabi’ah, saudara Banu Qais bin Sa’labah bahkan mereka yang tetap kukuh itu berkumpul dan mengembalikan kerajaan kepada keluarga al-Munzir. Sebagai raj any a mereka menobatkan al-Munzir bin Nu’man al-Munzir al-Garur (yang menyesatkan). Mereka berusaha agar Jarud dan pengikut-pengikutnya meninggalkan Islam. Tetapi segala usaha mereka tak berhasil. Melihat keadaan demikian, Hutam pergi ke Qatif dan ke Hajar. Ia berusaha membujuk warga keturunan Persia kedua tempat itu, dan merangkul mereka yang belum masuk Islam. Ia mengepung Jarud dan sahabatsahabatnya yang lain di kawasan Juwasa, dengan mendapat bantuan dari Persia dan istananya. Ia mengepung mereka demikian rupa sehingga mereka hampir mati kelaparan. Sungguhpun begitu tak seorang pun dari mereka yang keluar dari Islam. Buat mereka, apa artinya hidup demi membela agama yang benar ini.

Abu Bakr Mengutus Kembali Ala’ bin Hadrami

Sementara itu Abu Bakr sudah mengutus Ala’ bin Hadrami kembali ke Bahrain memimpin sebuah brigade dari kesebelas brigade untuk menghadapi golongan murtad. Keberangkatan Ala’ ini setelah Khalid bin Walid dapat menumpas Musailimah dan pengikut-pengikutnya. Saat melalui Yamamah mereka yang sudah kembali kepada Islam cepat-cepat bergabung kepada Ala’. Dari kalangan Muslimin kemudian menyusul Sumamah bin Asal dan kaumnya, Qais bin Asim al-Minqari dan sekian banyak lagi di Yaman dan kabilah-kabilah lain yang sudah merasa bahwa kekuatan dan kekuasaan Muslimin tak dapat tidak akan kembali seperti sediakala.

Tidak heran kalau begitu! Pada setiap bangsa dan zaman manusia cenderung pada yang kuat, sebab mereka menduga bahwa kebenaran dan kekuatan itu saiing menopang. Segala yang dasarnya ketidakadilan dan kezaliman, menurut hemat mereka tak akan dapat berdiri. Sebelum dulu bergabung dengan Ala’, Qais bin Asim dan kaumnya termasuk orang yang enggan mengeluarkan zakat dan sedekah. Tatkala Ala’ singgah di Yamamah sesudah kemenangan Khalid, Qais kembali kepada Islam dan mau mengumpulkan zakat dan menyerahkannya kepada Ala’, la sudah membatalkan niatnya semula dan bersama-sama dengan Ala’ menghadapi Bahrain.

Kisah Tentang Dahna’ dan Mukjizat Allah

Bersama pasukannya Ala’ meluncur terus mengarungi gurun Dahna’ ke tempat tujuannya. Setelah malam tiba ia memerintahkan pasukannya berhenti dan turun dari kendaraan agar tidak tersesat di padang pasir. Sesudah mereka berhenti, unta-unta itu terpencar di Sahara dan kabur bersama persediaan makanan dan minuman yang dibawanya. Sekarang tak ada lagi yang akan mereka makan atau minum. Ketika itulah mereka hanya dipengaruhi oleh perasaan sedih. Mereka yakin bahwa sekarang hanya berhadapan dengan maut. Satu sama lain mereka sudah saiing berwasiat.

Tetapi Ala’ berkata kepada mereka: “Apa yang ini terjadi? Apa yang mempengaruhi kamu?”

“Bagaimana kami dapat disalahkan,” jawab mereka. “Kalau sampai besok, sebelum terik matahari sempat membakar kami, kami sudah tinggal jadi cerita orang.”

Dengan kalbu penuh iman Ala’ berkata lagi:
“Saudara-saudara! Jangan takut. Bukankah kita Muslimin? Bukankah kita berjuang di jalan Allah? Bukankah kita berjuang membela agama Allah?”

“Benar,” sahut mereka.

“Bergembiralah! Sungguh, Allah tidak akan mengecewakan orang semacam kita.”

Bertalian dengan ini juga ada sumber lain yang menyebutkan bahwa selesai salat subuh mereka hanyut dalam doa, hingga begitu matahari terbit tampak oleh mereka sekilas bayangan udara (fatamorgana), kemudian menyusul yang kedua lalu yang ketiga. Pemimpin mereka berkata: “Air!”

Mereka pergi mendatangi tempat itu. Mereka minum, mandi dan mengambil air sepuas-puasnya.

Matahari pun sudah makin tinggi. Tiba-tiba dari segenap penjuru unta-unta itu datang kembali dan menderum (berlutut) di depan mereka. Sekarang mereka menaiki kembali unta masing-masing dan meneruskan perjalanan.

Diceritakan juga bahwa Abu Hurairah dan seorang sahabatnya dari orang Arab pedalaman yang sudah mengenal daerah ini, ketika kembali ke tempat ditemukannya air tadi, ternyata tak melihat kolam ataupun bekas air. Orang yang sudah mengenal benar daerah-daerah ini mengatakan bahwa ia tahu benar tempat ini, dan sebelum kejadian itu memang tak pernah ia melihat ada air tergenang di sana. Itu sebabnya dikatakan bahwa kejadian ini adalah salah satu mukjizat Allah, dan bahwa air itu merupakan anugerah dari Allah.

Serangan Muslimin dan Kaum Murtad Silih Berganti

Beberapa Orientalis menyatakan kesangsiannya mengenal cerita ini. Baik kesangsian itu beralasan atau tidak, yang jelas Ala’ dan pasukan untarrya sudah berangkat dan meneruskan perjalanan sampai tiba di Bahrain. Dalam pada itu Ala’ tetap memberi semangat kepada Jarud dan teman-temannya. Dia sendiri memang sudah siap- menghadapi Hutam. Tetapi dilihatnya kaum murtad itu jumlah orang dan persenjataan yang cukup besar, yang tak akan mudah diserang begitu saja. Oleh karena itu kedua pihak, Muslimin dan kaum murtad sama-sama membuat parit dan mereka mengadakan serangan silih berganti kemudian kembali ke parit masing-masing. Selama sebulan mereka dalam keadaan begitu tanpa mengetahui bagaimana nasib mereka kelak. Sementara mereka dalam keadaan demikian itu, suatu malam Muslimin mendapat kesempatan berharga, lawan itu mendapat pukulan yang sangat menentukan.

Ketika itu pihak Muslimin mendengar suara-suara ribut di markas kaum musyrik itu seperti yang biasa terjadi bila orang sedang panik atau sedang dalam perang. Ala’ mengirim orangnya untuk mencari berita. Kemudian diketahuinya bahwa malam itu mereka sedang hanyut dalam minum minuman keras, sedang dalam keadaan mabuk, sudah tak menyadari dirinya. Ketika itulah Muslimin keluar dari dalam parit dan langsung menyerbu markas mereka, menghantam dan membantai mereka dengan pedang. Kaum murtad yang lain melarikan diri, ada yang mundar mandir di parit, tda yang kebingungan, ada yang terbunuh dan yang ditawan, dan ada pula yang selamat tapi mereka gelisah. Ketika itu Qais bin Asim mendekati Hutam yang sudah tergeletak di tanah lalu dihabisinya. Sedang Afif bin Munzir al-Garur ditawan.

“Engkau telah menyesatkan mereka,” kata Ala’.

Al-Garur kemudian masuk Islam dan dia berkata: “Aku bukan yang Garur — bukan yang menyesatkan, tapi aku disesatkan orang.”‘

Oleh Ala’ ia maafkan.

Mereka yang selamat dari tawanan dan dari maut melarikan diri, berlayar ke pulau Darin. Oleh Ala’ mereka dibiarkan di sana. Sementara itu Ala’ mendapat surat yang memberitahukan bahwa kabilahkabilah yang tinggal di Bahrain sudah kembali kepada agama Allah. Bala tentara Ala’ sekarang sudah bertambah jumlahnya dengan bergabungnya warga keturunan Persia di tempat itu. Ia memerintahkan orang pergi ke Darin supaya tak ada lagi di sana tempat berlindung buat golongan murtad.

Menyeberang Lautan dan Menumpas Pembangkang

Darin adalah sebuah pulau di kepulauan Teluk Persia, berhadapan dengan Bahrain. Di tempat ini ada lima biara besar dari lima kabilah yang beragama Kristen. Seterusnya sumber itu menyebutkan, bahwa tatkala Ala’ memerintahkan pergi ke sana, mereka tak punya kapal untuk menyeberang ke tempat itu. Salah seorang di antara mereka berkata:

“Allah telah memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada kita di darat supaya jadi pelajaran buat kita di laut. Berangkatlah kalian menghadapi musuh. Kemudian pelajarilah laut yang menuju ke tempat mereka, sebab Allah telah mengumpulkan mereka.” “Akan kami laksanakan,” jawab mereka. “Kami tak akan pernah gentar sesudah mengalami peristiwa gurun Dahna’. Demi Allah, sedikit pun tak ada rasa takut pada kami.”

Ketika mereka berangkat itu, dan begitu sampai di pantai, langsung mereka berlompatan menyerbu kuda, bagal, keledai dan unta. Setelah berdoa kepada Allah, mereka menyeberangi selat, berjalan seperti semut di atas lumpur pasir yang digenangi air dan melumuri kaki-kaki unta itu. Adakah ketika itu Selat Persia sedang surut, atau cerita itu yang berlebihan, ataukah penduduk yang bergabung dengan Muslimin itu meminjamkan perahu-perahu untuk menyeberangi lautan?! Sumber-sumber itu tidak menyinggung kemungkinan terakhir ini, meskipun menurut hemat beberapa ahli sejarah mungkin saja. Tetapi bagaimanapun juga, Muslimin sampai di Darin dan bertemu dengan mereka yang melarikan diri. Di tempat itu terjadi pertempuran yang hebat sekali. Tak ada yang tertinggal dari mereka, anak-istri ditawan, harta benda yang jumlahnya mencapai sedemikian rupa sehingga yang menjadi bagian pasukan berkuda enam ribu dan bagian yang berjalan kaki dua ribu.

Ala’ bin Hadrami dan yang lain kembali ke Bahrain, kecuali mereka yang memang ingin menetap di sana. Ala’ menulis surat kepada Abu Bakr melaporkan kemenangannya itu. la tinggal di Bahrain setelah pembangkangan kaum murtad dapat ditumpas. Sejak itu ia tak lagi merasa khawatir selain dari suku-suku badui yang biasa menyerang untuk merampok, sedang pengaruh intrik-intrik Persia di Semenanjung itu sudah menyusut. Di samping dari segi ini ia sudah merasa aman, sebelum ia berangkat ke Darin, tiba-tiba kabilah-kabilah dan warga keturunan Persia di Bahrain ikut pula bergabung kepadanya. Hal ini berarti dapat menghilangkan bahaya yang selama ini masih dikhawatirkan. Yang memimpin penggabungan ini ialah Utaibah bin Nahhas dan Musanna bin Harisah asy-Syaibani. Di setiap jalan mereka mencegat orang-orang yang mau melarikan diri dan para pengacau. Bahkan Musanna mengejarnya sampai ke pantai Teluk Persia. Dihadapinya intrik-intrik Persia dan dikikisnya pembela-pembelanya yang terdiri dari kabilah-kabilah dan warga keturun- an Persia setempat, sampai ke muara Sungai Furat. Tercapainya muara itu serta hubungannya dengan Irak dan dakwahnya mengajak orang kepada Islam di tempat itu ada juga pengaruhnya. Barangkali tidaklah berlebihan kalau kita katakan bahwa inilah langkah awal memasuki Irak.

Memerangi Kaum Murtad di Oman

Kita tidak hendak mendahului peristiwa itu jika kita menyinggung soal Irak padahal pembicaraan kita masih sekitar Oman yang bertetangga dengan Bahrain. Masalah pembangkangan di sana tak kurang hebatnya dari di tempat lain! Baik juga bila sekarang kita mengikuti pasukan Muslimin ke sana sampai kedua kawasan itu kemudian kembali sadar.

Pada masa Rasulullah Oman berada di bawah kekuasaan Persia, dan sebagai amir ditunjuk Jaifar.’ Nabi pernah mengutus Amr bin As mengajak penduduknya masuk Islam. Karena Jaifar merasa khawatir kaumnya akan membangkang sebab enggan membayar zakat ke Medinah, Amr telah mencapai kesepakatan dengan dia untuk membagi-bagikan zakat itu kepada fakir miskin setempat. Amr masih tinggal di tengahtengah mereka. Tatkala kemudian mereka memberontak setelah Nabi wafat, ia lari kembali ke Medinah, dan Jaifar lari ke pegunungan dan berlindung di sana.

Pemimpin pemurtadan di Oman ialah Laqit bin Malik al-Azdi. Seperti yang lain dia juga pernah mendakwakan diri sebagai nabi. Ketika itu Abu Bakr sudah mengirim Huzaifah bin Mihsan al-Gilfani dari Himyar ke Oman dan Arfajah bin Harsamah al-Bariqi dari Azd ke Mahrah. Keduanya diperintahkan berangkat bersama-sama, bertolak dari Oman dan pimpinan di tangan Huzaifah, dan bila sudah berbelok di Mahrah pimpinan supaya dipegang Arfajah.

Kita masih ingat bahwa Ikrimah bin Abi Jahl yang dulu menuju Yamamah, dan dia tidak mau menunggu datangnya bala bantuan dari Syurahbil bin Hasanah. Malah cepat-cepat ia menghadapi Musailimah supaya membawa kemenangan sebagai kebanggaan. Tetapi ia dipukul mundur oleh Musailimah. Kita juga masih ingat bahwa Abu Bakr tak membolehkan Ikrimah kembali ke Medinah, melainkan diperintahkan terus ke Oman membantu Huzaifah dan Arfajah dalam menghadapi penduduk negeri itu. Ketika Abu Bakr menyampaikan perintah ini kepada kedua jenderal itu, dan dipesankannya juga agar mereka memperhatikan pendapat Ikrimah, Ikrimah cepat-cepat berangkat dan sempat menyusul kedua jenderal itu sebelum mereka mencapai Oman. Selesai mengadakan musyawarah, mereka bersama-sama memberitahukan Jaifar dan saudaranya Abbad’- ke tempat persembunyian mereka, dan keduanya diminta bergabung.

Muslimin Mendapat Kemenangan di Oman

Kedatangan Muslimin ini diketahui oleh Laqit. Ia mengumpulkan pasukannya kemudian bermarkas di Daba. Jaifar dan Abbad serta rombongannya sudah berangkat ke Suhar yang kemudian memberitahukan kepada Ikrimah dan kedua rekannya. Mereka lalu bergabung. Di Daba inilah kemudian terjadi pertempuran dahsyat antara kedua kekuatan itu dan hampir saja kemenangan berada di pihak Laqit. Dalara pada itu dalam barisan Muslimin terjadi pula sedikit kekacauan. Tetapi ketika itu datang bantuan besar-besaran dari Banu Abdul Qais dan kabilahkabilah Bahrain lainnya yang melindungi mereka serta memberi bantu- an dengan melipatgandakan kekuatan mereka. Dengan demikian mereka maju terus menyerbu dan mengejar Laqit dan pasukannya. Ada sepuluh ribu orang dari mereka yang terbunuh. Perempuan-perempuan dan anakanak ditawan, sedang harta benda dibagi-bagikan di antara mereka. Dengan demikian terpenuhilah sudah janji Allah di Oman. Keadaan Muslimin di sana sekarang sudah kembali stabil.

Huzaifah masih tinggal di Oman membereskan segala sesuatunya dan menjaga ketenangan penduduk, Arfajah berangkat ke Medinah membawa seperlima rampasan perang kepada Abu Bakr. Sedang Ikrimah dan pasukannya meneruskan perjalanan ke Mahrah untuk menertibkan keadaan serta untuk mengembalikan panji Islam di sana.

Memerangi Kaum Murtad di Mahrah

Ikrimah berpisah dengan Huzaifah di Oman, ujung timur dari selatan Semenanjung. la menuju ke bagian barat Mahrah yang masih banyak terdapat kaum murtad. Dia berangkat dalam sebuah pasukan untuk melipatgandakan jumlah pasukannya dengan memobilisasi kabilah-kabilah yang sudah kembali kepada Islam setelah melihat adanya kemenangan itu. Tatkala sampai di Mahrah, ia menjumpai dua kelompok yang saling bertentangan, masing-masing menyerukan agar mengikuti pimpinannya. Ikrimah memilih yang paling lemah dan yang paling sedikit jumlahnya. Mereka diajak kembali kepada Islam, dan ajakan ini segera mereka sambut dengan baik.

Ketika Ikrimah dan pasukannya bersama-sama dengan penduduk Mahrah yang sudah kembali kepada Islam, mereka bertemu dengan kelompok lain. Di sini terjadi kontak senjata yang lebih dahsyat dari pertempuran Daba, tetapi kemenangan berakhir di pihak Muslimin, yang berhasil membunuh, menawan dan mengambil rampasan perang, di antaranya seribu ekor unta pilihan. Ikrimah mengirim seperlimanya kepada Abu Bakr di tangan pemimpin rombongan sekutunya. Untuk menjaga keamanan dan ketenteraman ia masih tinggal beberapa lama lagi. Setelah kemudian keadaan sudah aman dan ketertiban dapat dipulihkan, Ikrimah berangkat bersama anggota pasukannya yang jumlahnya sekarang sudah bertambah dua kali lipat dengan bergabungnya penduduk Mahrah kepadanya. la pergi menemui Muhajir bin Abi Umayyah alMakhzumi, untuk melaksanakan perintah Khalifah. Dengan kerja sama demikian kini ia berhasil mengembalikan Yaman dan Hadramaut kepada Islam.

Memerangi Kaum Murtad di Yaman

Benarkah Ikrimah pergi dari Mahrah ke Hadramaut dan Kindah? Rasanya ini hanya fantasi. Hadramaut tetangga dan berbatasan dengan Mahrah. Muhajir bin Abi Umayyah menyusur turun dari utara ke Yaman. Mau tak mau Ikrimah harus mempercepat langkah supaya dapat menyusulnya. Soalnya, karena pemberontakan Yaman sudah berjalan lama dan keadaannya cukup rumit. Lebih cepat pemberontakan itu dapat ditumpas akan lebih mudah menumpas sisa-sisa yang lain yang masih ada di Kindah dan Hadramaut.

Di atas sudah kita bicarakan mengenai pembangkangan Aswad alAnsi di Yaman serta pengakuannya sebagai nabi dan keberangkatannya ke San’a. Begitu juga mengenai beritanya yang sudah menyebar luas sampai ke Mekah dan Ta’if. Pembunuhan gelap yang dilakukan orang yang bersekongkol dengan istrinya Azad, yang sebelum itu adalah istri Syahr bin Bazan, raja San’a. Beberapa sumber biasa menyebutkan bahwa berita terbunuhnya Aswad sampai ke Medinah pada hari ketika Nabi wafat. Abu Bakr mengangkat Fairuz sebagai wakil di Yaman. Tetapi tak lama sesudah tersebarnya berita bahwa Nabi telah wafat, timbul lagi pergolakan di sana yang lebih hebat dari semula. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pergolakan ini makin berkobar.

Pergolakan Bertambah karena Beberapa Faktor

Faktor pertama terpecah belahnya kekuasaan di kawasan ini demikian rupa sehingga berbalik menjadi kelemahan. Setelah Bazan meninggal kekuasaan di Yaman dibagi-bagi antara anak Syahr di San’a dengan jamaah Muslimin yang ada di Najran, Hamdan dan di tempat-tempat lain. Inilah yang memberi semangat kepada Aswad mengadakan pemberontakan. Kekuasaan yang terpecah belah di utara Yaman sampai ke Mekah, seperti di Yaman sendiri. Di Tihamah sampai ke batas laut dipegang seorang penguasa. Di pedalaman, masing-masing kabilah memegang kekuasaan sendiri-sendiri. Setelah pemberontakan Aswad menemui kegagalan, sudah wajar jika tiap penguasa berusaha ingin kembali kepada kekuasaannya semula, dan untuk itu mereka siap berperang. Juga sudah wajar bila pendukung-pendukung Aswad berusaha sekuat tenaga mengadakan pergolakan, kalau-kalau kekuasaan jatuh ke tangan mereka seperti pada Aswad dulu. Bahwa sekarang Nabi sudah wafat dan di seluruh kawasan itu timbul pikiran akan mengadakan pemurtadan, dan setiap kabilah atau suku berhak mencita-citakan kebebasannya yang semula, pergolongan demikian itu telah mencapai puncaknya di Yaman dan daerah-daerah sekitarnya, yang dulu pernah menjadi ajang kegiatan Aswad al-Ansi dan pendukung-pendukungnya.

Para Pemberontak Yaman Setelah Matinya Aswad

Sesudah Aswad mati pendukung-pendukungnya tidak tinggal diam. Panglima-panglima mereka bahkan menjelajahi daerah-daerah sekitar Najran dan San’a. Mereka tidak meminta perlindungan kepada siapa pun, juga tak ada yang meminta perlindungan kepada mereka. Ketika itu, Amr bin Ma’di Karib, pahlawan penyair yang terkenal pemberani, Pemilik Samsamah,1 termasuk yang mengambil kesempatan ini. la berusaha memburu kekuasaan itu dengan jalan pemberontakan, seperti yang pernah dilakukannya pada masa Aswad dengan jalan menggabungkan diri kepadanya. Di pihak lain muncul pula Qais bin Abd Yagus, yang dulu termasuk pemuka komplotan yang membunuh Aswad. Tetapi dia diusir oleh Fairuz bersama-sama dengan Dazuweh.2 Dengan demikian terjadi kekacauan di sana sini sehingga di kawasan ini ketenangan dan keamanan sulit dikendalikan.

Bagaimana caranya mengatasi keadaan ini? Langkah pertama ialah jalan Medinah-Yaman harus aman. Kabilah Akk dan beberapa kabilah Asy’ari sering mencegat orang di jalan sepanjang pesisir dengan menyandarkan bantuan kelompok-kelompok yang bergabung kepada mereka. Kota terdekat yang dihuni Muslimin ke tempat ini ialah Ta’if. Karenanya Tahir bin Abi Halah, penanggung jawab kota itu menulis surat kepada Abu Bakr dan ia pergi ke tempat itu dengan sebuah pasukan yang kuat, ditemani oleh Masruq al-Kalbi. Setelah berhadapan dengan penjahat-penjahat ini banyak di antara mereka yang terbunuh, sehingga disebutkan bahwa lalu lintas di jalan itu terganggu oleh mayat-mayat mereka. Sebelum menerima berita operasi itu Abu Bakr telah menulis kepada Tahir memberi semangat kepadanya dan kepada pasukannya agar memerangi mereka, dan memerintahkan agar mereka tinggal di A’lab,’ sampai jalan Akhabis menjadi aman. Sejak itu kelompok Akk ini diberi nama Kelompok Akhabis. Sampai sekian lama jalan ini dinamai Jalan Akhabis.

Faktor Kedua Perlentangan Ras

Faktor kedua yang menambah memanasnya pemberontakan di Yaman ialah pertentangan ras. Abu Bakr telah menugaskan Fairuz di San’a menggantikan Syahr yang dibunuh oleh Aswad. Teman-teman Fairuz ketika berkomplot membunuh Aswad ialah Dazuweh, yang sebelum itu sama-sama menjadi pejabat dan pembantu dekat Syahr, Jisynas dan Qais bin Abd Yagus komandan pasukan. Fairuz dan Jisynas ini asal Persia, sedang Qais berdarah Arab dari Himyar. Oleh karena itu Qais merasa disaingi oleh Fairuz dengan kepercayaan yang diberikan oleh Abu Bakr kepadanya, bukan kepada Qais. Maka dia bermaksud hendak membunuhnya.

Tetapi setelah dipertimbangkan lebih dalam ia berpendapat bahwa dengan membunuh Fairuz itu berarti mengobarkan api fitnah yang akan ditentang oleh seluruh warga keturunan Persia, yang sudah tinggal di Yaman sejak negeri ini dikuasai dinasti Kisra (Persia). Jumlah masyarakat turunan Persia ini bertambah besar, kedudukan mereka makin kuat dan pejabat-pejabat banyak pula dari mereka. Kalau Qais tidak mengerahkan orang-orang Arab untuk menumpas orang Persia ini pasti ia akan mengalami kegagalan seperti yang dialami Aswad dulu, dan nasibnya pun akan berakhir sama seperti nasib Aswad.

Qais Menghendaki Yaman untuk Bangsa Yaman

Qais menulis surat kepada Zul-Kula’ al-Himyari dan pemuka-pemuka Arab Yaman lainnya yang isinya: “Warga keturunan Persia di negeri kita adalah orang-orang asing, mereka lebih dihormati daripada kita. Kalau dibiarkan, mereka akan terus menguasai kita. Saya berpendapat sebaiknya kita bunuh pemuka-pemuka mereka atau kita usir dari negeri kita dan bebaslah kita dari mereka.”

Tetapi Zul-Kula’ dan kawan-kawannya tidak mendukungnya, juga dia tidak membela warga keturunan Persia. Mereka lepas tangan de ngan mengatakan “Kami samasekali tak punya kepentingan dengan masalah ini. Engkau adalah teman-teman mereka dan mereka temantemanmu.” Mungkin dulu mereka pernah membantu dan membela Qais dalam menghadapi penduduk keturunan Persia itu. Tetapi mereka melihat Abu Bakr dan kaum Muslimin di pihak mereka dan menyerahkan segala masalah ke tangan mereka. Apalagi mereka melihat warga keturunan Persia begitu kuat menjaga Islam dan begitu setia kepada Abu Bakr dan kekuasaan Medinah. Kalau begitu untuk apa memperselisihkan hal-hal yang belum diketahui kesudahannya, terutama setelah terjadi pemurtadan di Yaman dan negeri ini menjadi sasaran pasukan Muslimin, dan setelah berita kemenangannya menggema ke segenap penjuru Semenanjung itu.

Qais tidak patah semangat karena sikap Zul-Kula’ dan temantemannya yang tidak mendukungnya itu. Malah ia menulis surat kepada kelompok-kelompok bandit yang dengan diam-diam dulu bersekutu dengan Aswad, dan yang dulu datang ke sana dan siap memerangi siapa saja yang berani menentang Aswad. Dimintanya mereka bergabung kepadanya dan mau seia sekata mengusir penduduk keturunan Persia itu dari Yaman. Sudah tentu permintaan semacam ini disambut baik oleh komplotan itu. Bukankah ini sama dengan permintaan Aswad dulu? Yang penting harus menang! Mereka membalas surat Qais dan memberitahukan bahwa mereka siap memenuhi permintaannya itu secepatnya. Karena semuanya dilakukan secara rahasia, maka San’a terkejut sekali ketika mendapat berita bahwa komplotan itu sudah berada di dekat kota. Pemuka-pemuka San’a segera berunding, langkah apa yang harus mereka ambil.

Dazuweh Dibunuh

Qais cepat-cepat menghubungi Fairuz, seolah berita itu memang tiba-tiba dan sangat mengejutkannya. Ia meminta pendapatnya dan pendapat Dazuweh untuk menipu kedua orang supaya mereka tidak mencurigainya. Mereka bersama Jisynas diundangnya makan siang besok. Dazuweh datang lebih dulu sebelum kedua kawannya itu. Tetapi begitu masuk ke tempat Qais langsung ia dibunuh. Fairuz yang datang menyusul kawannya itu ketika mendengar suara bisik-bisik Qais dengan kawan-kawannya, langsung ia kabur dengan kudanya. Di perjalanan ia bertemu dengan Jisynas. Mereka segera berbalik dan dengan memacu kuda mereka pergi mencari pertolongan. Qais mengerahkan pasukan berkudanya untuk mengejar mereka tapi sudah tak terkejar. Mereka kembali disambut kemarahan Qais.

Fairuz dan Jisynas sudah sampai di pegunungan Khaulan, tempat keluarga Fairuz dari pihak ibu. Kedua mereka ini hampir tak percaya bahwa mereka telah selamat dari bencana.

Di San’a Qais bertindak cepat. la sudah merasa aman dan tenteram seperti yang dulu juga dirasakan oleh Aswad. Tak terlintas dalam pikirannya bahwa masih akan ada orang yang mampu mengalahkannya dan menurunkannya dari kedudukannya itu. Bahwa Fairuz akan meminta bantuan Abu Bakr dan akan menyerang Qais dengan kekuatan dari keluarga Khaulan, sudah ada yang memberitahukan kepadanya. Tetapi Qais malah mengejeknya seraya berkata: “Apa Khaulan! Apa Fairuz! Ke mana mereka mau berlindung!”

Orang-orang awam dari kabilah-kabilah Arab Himyar sekarang bergabung kepadanya, meskipun pemimpin-pemimpinnya tetap menjauhkan diri. Sesudah ia merasa dirinya kuat, mulai ia bertindak terhadap warga keturunan Persia itu. Mereka dibagi ke dalam tiga kelompok: yang tinggal tanpa menunjukkan tanda-tanda pro Fairuz dibiarkan tetap tinggal bersama keluarganya; yang lari bergabung dengan Fairuz, keluarganya dibagi dua, sebagian dipindahkan ke Aden melalui laut, yang lain melalui darat diangkut ke muara Furat, dan diperintahkan agar mereka diasingkan ke negeri asal, dan tak seorang pun boleh tinggal di Yaman.

Qais Terusir dari San’a

Fairuz mengetahui apa yang telah menimpa warga setanah airnya dulu itu. Ia mengajak kabilah-kabilah yang masih kuat rasa keislamannya untuk membelanya. Ia bertindak demikian untuk mencegah fanatisma kebangsaan dengan semangat agama. Banu Aqil bin Rabi’ah menyambut baik ajakan itu, demikian juga kabilah Akk. Mereka berangkat hendak menolong keluarga keturunan Persia yang sudah diputuskan oleh Qais untuk diasingkan. Keberangkatan mereka dipimpin oleh Fairuz, yang kemudian berhasil mengembalikan keturunan penduduk Persia itu.

Dalam pada itu ia bertemu dengan Qais dan pasukannya sebelum San’a. Qais diusirnya dan dia kembali memegang kendali wilayah itu mewakili Khalifah. Qais dan pasukannya melarikan diri ke tempat terbunuhnya Aswad dulu. Dengan larinya itu habislah konsep tentang kebangsaannya yang sudah menjadi dasar perjuangannya. Abu Bakr memperkuat kedudukan Fairuz dengan mengirim Tahir bin Abi Halah dengan bala tentaranya dan bermarkas tak jauh dari Fairuz.

Faktor Ketiga, Permusuhan Lama Hijaz-Yaman

Tetapi kemenangan dan kembalinya Fairuz memegang pimpinan ini tak berarti dapat mempertahankan perdamaian dan tidak pula dapat mengembalikan keamanan di luar kota San’a di kawasan Yaman. Kaum murtad bertahan lebih gigih lagi di tempat itu. Di sinilah saatnya kita bicara tentang faktor ketiga yang menyebabkan pembangkangan itu lebih marak di kawasan ini. Yaman tak akan dapat melupakan persaingan yang pernah ada dengan pihak Hijaz, dengan hegemoni dan pengaruh kekuasaan yang lebih besar ada di pihak Yaman. Antara Yaman dengan Hijaz pada masa Rasulullah tak pernah terjadi perang yang mengakibatkan tunduknya Banu Himyar itu.

Kalaupun kemenangan Khalid dan Ikrimah di seluruh Yaman gemanya memang sudah sampai kepada kabilah-kabilah Arab dan raja-raja di sekitarnya, namun banyak juga pahlawan dan jenderal dalam kabilahkabilah Yaman yang dapat dibanggakan tak kalah dengan kedua pahlawan Hijaz itu, dan yang membuat orang gentar mendengar namanama para pahlawan Arab itu. Sebagai contoh misalnya Amr bin Ma’di Karib ‘Pemilik Samsamah’ itu. Dia memang seorang kesatria dan pelindung Banu Zabid. Mendengar namanya saja pahlawan-pahlawan yang lain sudah ketakutan dan tak berani menemuinya. Pada masa Umar bin Khattab ia memegang peranan penting untuk kemenangan Islam dalam beberapa peperangan. Dan sejarah tak akan dapat melupakannya. Usianya yang sudah lanjut ketika itu tidak mengubah kehebatannya. Ia sempat mengalami ekspedisi Qadisiyah dengan ikut bertempur mati-matian dalam umur yang sudah di atas seratus tahun.

Amr memimpin pemberontakan dengan pengikut-pengikutnya, dan Qais bin Abd Yagus ikut bergabung pula. Mereka bahu membahu dalam membuat keonaran di seluruh kawasan itu, dan penduduk memberi pula bantuan; kecuali Najran yang beragama Kristen masih mempertaharkan perjanjiannya dengan Muhammad, kemudian menyatakan niatnya hendak memperpanjang perjanjian itu dengan Abu Bakr.

Perjalanan Ikrimah dan Mujahid ke Yaman

Akan berpangku tangan sajakah Muslimin melihat Yaman diubrakabrik oleh dua pemberontak dan pengikut-pengikutnya ini sehingga mereka saling membunuh dan penduduk habis dilahap pemberontakan? Tidak! Ikrimah bin Abi Jahl berangkat dari Mahrah ke Yaman sehingga mencapai Abyan dengan bala tentaranya yang makin hiruk pikuk setelah ditambah dengan perlengkapan dan orang-orang yang ikut bergabung kepadanya di Mahrah. Sedang Muhajir bin Abi Umayyah menyusur turun dari Medinah ke arah selatan melalui Mekah dan Ta’if dalam brigade yang sudah dibentuk oleh Abu Bakr itu, kendati dia terlambat beberapa bulan karena sakit. Dari Mekah, Ta’if dan Najran bertambah lagi dengan orang-orang yang sudah berpengalaman dan cukup terkenal dalam peperangan.

Sesudah pihak Yaman mendengar tentang kedatangan kedua jenderal ini — Ikrimah dan Muhajir — dan bahwa Muhajir sudah membersihkan orang-orang yang berusaha mengadakan perlawanan, yakinlah mereka bahwa pemberontakan mereka tak boleh tidak akan tamat, dan kalau berperang juga mereka akan terbunuh dan tertawan dan perlawanan mereka tak akan membawa arti apa-apa. Bahkan keadaan mereka sudah begitu parah setelah Qais dengan Amr bin Ma’di Karib berselisih dan saling mengejek, masing-masing memikul dendam hendak menjerumuskan lawannya. Hal ini terjadi sesudah tadinya bersepakat akan samasama menghadapi dan memerangi Muhajir. Tetapi karena mau menyelamatkan diri, pada suatu malam Amr menyerang Qais yang kemudian membawanya kepada Muhajir sebagai tawanan. Tetapi keduanya oleh Muhajir dikenakan tahanan dan keputusannya akan diserahkan kepada Abu Bakr.

Abu Bakr Memaafkan Qais dan Amr

Semula Abu Bakr bermaksud menjatuhkan hukum qisas kepada Qais karena membunuh Dazuweh.

“Hai Qais,” kata Abu Bakr. “Engkau membunuhi hamba-hamba Allah dan berteman dengan kaum murtad dan kaum musyrik, bukan dengan sesama mukmin!”

Tetapi Qais membantah telah membunuh Dazuweh. Abu Bakr tak punya bukti karena tak ada orang yang tahu atas pembunuhan itu. Oleh karena itu ia menghindari penghukuman demikian dan orang itu tak jadi dibunuh. Dengan menatap Amr bin Ma’di Karib Abu Bakr berkata:

“Dan kau, tidak malu kau setjap hari kalah dan menjadi tawanan! Kalau engkau membela agama ini niscaya Allah akan mengangkat kau!”

“Tentu,” kata Amr, “aku sudah terlanjur berbuat. Aku tak akan mengulanginya lagi.”

Oleh Abu Bakr mereka dibebaskan dan dikembalikan kepada kabilahnya.

Dalam pada itu Muhajir sudah berangkat dari Najran dan sudah sampai ke San’a. Pasukannya diperintahkan mengawasi komplotan banditbandit yang masih keras kepala, yang selalu menimbulkan kekacauan di mana-mana, yang sudah berjalan sejak zaman Aswad dulu, dan supaya membunuh mereka di mana pun mereka dijumpai, dan jangan terima lagi mereka. Tetapi yang mau bertobat dan kembali tanpa sikap membangkang, terimalah mereka.

Ikrimah masih tetap berada di bagian selatan Yaman setelah membebaskan Nakha dan Himyar. Dengan demikian seluruh Yaman sekarang kembali aman dan tenteram. Warga Yaman kini kembali kepada ajaran agama yang benar. Selain di Hadramaut dan Kindah, di seluruh Semenanjung itu sudah tak ada lagi kaum murtad.

Kenapa Abu Bakr Membela orang Persia daripada Orang Arab

Sebelum kita mengikuti perjalanan Ikrimah dan Muhajir menghadapi kaum murtad di kedua daerah itu, kita ingin menghilangkan keraguan dan kekaburan sekitar apa yang terjadi di Yaman yang kadang masih mengusik pikiran kita. Mengapa Abu Bakr membela orang Persia terhadap orang Arab di sana? Mengapa ia membela Fairuz dan kawankawannya terhadap Qais dan pengikut-pengikutnya? Untuk menghilangkan keraguan dan kekaburan ini sebenarnya tidak sulit. Kita tahu Islam tidak membedakan yang Arab dan yang bukan-Arab kecuali dari ketakwaannya. Bahwa orang yang paling mulia dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Tetapi bukan itu saja yang menyebabkan Abu Bakr membela Fairuz. Dasar pembelaannya ialah orang-orang Persia itulah yang mula-mula masuk Islam di Yaman. Orang yang lebih dulu masuk Islam punya tempat tersendiri. Di samping itu, yang mengadakan pemberontakan terhadap agama baru itu justru penduduk Arab negeri-negeri itu.

Aswad ini sudah mengaku dirinya nabi, sejak zaman Rasulullah. Kemudian diikuti pula oleh pembela-pembela Aswad, di antaranya Amr bin Ma’di Karib dan Qais bin Abd Yagus. Sebaliknya Bazan, Syahr, Fairuz dan orang-orang Persia di sekitarnya, merekalah yang menyebarkan dakwah Islam di kawasan itu. Merekalah yang berpegang teguh pada Islam dan siap menghadapi musuh-musuhnya. Merekalah yang setia kepada pemerintahan Medinah dan kepada Khalifah pengganti Rasulullah tatkala orang-orang Arab kawasan itu semua murtad dan seluruh bumi Semenanjung itu hangus terbakar. Dengan demikian tidak heran jika Abu Bakr memberikan kekuasaan di sana kepada Fairuz, membantunya dengan tenaga prajurit dan para perwira, dan dia pulalah yang diangkat sebagai amir yang memerintah San’a, seperti yang juga dilakukan Nabi dulu terhadap Syahr sebagai amir di sana, dan sebelum itu, ayahnya Bazan sebagai amir atas seluruh Yaman.

Memerangi Kaum Murtad di Kindah dan Hadramaut

Sekarang tiba saatnya kita menapak ke langkah terakhir dalam Perang Riddah ini. Kita pindah kini bersama Muhajir dan Ikrimah ke Kindah dan Hadramaut.

Sebagai pengantar ingin kita singgung bahwa ketika Rasulullah wafat wakil-wakilnya di kawasan ini ialah: Ziyad bin Labid di Hadramaut, Ukkasyah bin Mihsan di Sakasik dan Sakun dan Muhajir bin Abi Umayyah di Kindah. Sudah kita lihat bahwa Muhajir ketika itu sedang sakit di Medinah. Ia baru dapat melaksanakan tugasnya di Kindah dan dapat memimpin pasukan menghadapi kaum murtad di Yaman beberapa bulan kemudian setelah Rasulullah wafat. Itu sebabnya, sejak Rasulullah menugaskannya di Kindah sampai kemudian ia berangkat bersama pasukannya ke Yaman, tugas itu digantikan oleh Ziyad bin Labid.

Bagaimana Muhajir Memerintah Kindah?

Kisah Muhajir memerintah Kindah ini agak aneh. Dia saudara Umm Salamah istri Rasulullah, Ummulmukminin. Ketika ekspedisi Tabuk dia tidak menyertai Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam Rasulullah marah karenanya, dan sampai beberapa waktu lamanya masih merasa gusar. Hal ini sangat menyentuh perasaan Umm Salamah karena ia tak berhasil menyenangkan perasaan suaminya. Pada suatu ketika ia sedang mencuci kepala Nabi sambil mengajaknya bicara sikap Nabi begitu ramah kepadanya.

“Bagaimana dia akan berguna kalau engkau masih mengecam saudaraku!” katanya. Setelah dilihatnya sikap Nabi sudah lebih tenang dipanggilnya saudaranya itu. Muhajir masih mengemukakan alasannya kepada Rasulullah hingga Rasulullah dapat menerimanya dan ia diberi tugas mengurus Kindah. Ziyad menggantikannya dalam tugas itu sampai Muhajir datang ke sana pada masa pemerintahan Abu Bakr.

Siasat Ziyad dan Ketegasannya

Karena bertetangga dengan Yaman, begitu pertama kali Aswad alAnsi mulai berkampanye, Kindah sudah segera menerimanya. Karena itu Rasulullah memerintahkan agar sebagian zakat Kindah dibagikan di Hadramaut dan sebagian zakat Hadramaut dibagikan di Kindah. Tampaknya Ziyad terlalu keras melaksanakan ketentuan zakat itu hingga sempat menimbulkan kegelisahan. Orang-orang yang tidak puas di Kindah dapat ia atasi dengan bantuan orang-orang Sakun yang sudah kuat keislamannya dan sebagai warga negara sangat setia. Mereka tak pernah membangkang. Setelah Nabi wafat dan terjadi pemurtadan di kalangan orangorang Arab kawasan itu, Ziyad ingin menumpasnya sebelum meluas ke daerah kekuasaannya itu. Keinginannya untuk memerangi kaum murtad mendapat dukungan kuat dari kabilah-kabilah yang ada di sekitarnya dan yang keislamannya masih kuat.

Dengan tiba-tiba Ziyad menyerang Banu Amr bin Muawiyah sehingga banyak dari mereka yang terbunuh dan istri-istri mereka ditawan. Mereka berikut harta benda dibawa ke jalan yang menuju ke markas Asy’as bin Qais, pemimpin Banu Kindah. Di antara perempuan-perempuan itu ada yang terpandang kedudukannya di kalangan masyarakatnya, yang sebelum itu mereka hanya mengenal harga diri dan kehormatan. Ketika lewat di depan markas Asy’as perempuan-perempuan itu berteriak-teriak sambil menangis: “Asy’as! Asy’as! Keluargamu, keluargamu!”

Asy’as adalah pemimpin yang berwibawa, dicintai dan disegani masyarakatnya. Barangkali kita masih ingat ketika pada Tahun Perutusan (‘Amul Wujud) ia datang ke Medinah menemui Rasulullah dengan memimpin delapan puluh orang dari Kindah. Mereka semua mengenakan pakaian sutra. Ia menyatakan masuk Islam dan melamar saudara perempuan Abu Bakr Umm Farwah. Akad nikah dilakukan oleh Abu Bakr sendiri. Tetapi untuk menenteramkan perasaan keluarga pengantin laki-laki dengan perpisahan itu, pelaksanaannya kemudian ditunda. Jika demikian kedudukannya tidak heran bila masyarakatnya merasa marah karena kemarahannya itu, dan untuk itu mereka siap berperang mendampinginya. Dan memang, mereka memang memerangi Ziyad dan mengambil kembali tawanan perangnya. Dengan demikian mereka dapat mengembalikan harga diri dan kehormatan mereka.

Ikrimah dan Muhajir Bertemu di Ma’rib

Sejak itulah Asy’as mengobarkan api peperangan di Kindah dan Hadramaut. Ziyad khawatir sekali akan segala akibatnya. Maka ia menulis surat kepada Muhajir bin Abi Umayyah meminta bantuan. Ketika itu Muhajir sudah meluncur turun dari Yaman — begitu juga Ikrimah — untuk menumpas sisa-sisa kaum murtad di Semenanjung. Muhajir berangkat dari San’a dan Ikrimah dari Yaman dan Aden, dan mereka bertemu di Ma’rib, lalu bersama-sama melintasi gurun Saihad. Muhajir menyadari apa yang telah menimpa Ziyad itu. Pimpinan militer diserahkannya kepada Ikrimah dan dengan sepasukan gerak cepat ia segera berangkat. Begitu bergabung dengan pasukan Ziyad ia langsung menyerang Asy’as hingga lawannya itu dapat dilumpuhkan. Tidak sedikit anak buahnya yang mati. Asy’as sendiri dan anak buahnya yang masih selamat melarikan diri dan mencari perlindungan di benteng Nujair.

Nujair adalah sebuah kota yang kukuh, tak mudah dapat ditaklukkan dengan kekerasan. Ada tiga jalan masuk yang menghubungkan lorong itu ke belakang benteng. Ziyad memasuki salah satu lorong itu, Muhajir memasuki lorong yang kedua sedang yang ketiga dibiarkan terbuka untuk memasok segala keperluan penghuni benteng itu. Tetapi Ikrimah menggiring pasukannya dan langsung menempati lorong itu. Jalur ke tempat persediaan makanan diputus. Tidak hanya itu, bahkan ia mengirimkan sebagian pasukan berkudanya yang terpencar di Kindah ke tepi laut dan ia terus membantai mereka yang masih memberontak. Mereka yang berlindung di benteng Nujair melihat apa yang dialami kaumnya itu. Mereka satu sama lain berkata: “Lebih baik kamu mati daripada dalam keadaan seperti ini. Potonglah jambulmu sehingga seolah kita sudah mempersembahkan hidup kita untuk Allah. Kita telah diberi kenikmatan oleh Allah dan kita sudah menikmatinya; mudahmudahan Dia akan menolong kita melawan orang-orang zalim itu.”

Benteng Nujair Dikepung dan Diduduki

Dengan memotong jambul itu mereka saling berjanji tak akan lari. Begitu terbit sinar pagi mereka keluar dan bertempur habis-habisan di ketiga lorong yang menuju ke benteng itu. Tetapi apa gunanya bertempur mati-matian begitu jika pasukan Muhajir dan Ikrimah memang sudah tak dapat dikalahkan oleh kekuatan dan jumlah orang! Penghuni benteng Nujair itu yakin ketika melihat bala bantuan untuk pasukan Muslimin datang tak putus-putusnya. Pasti hancur mereka. Mulai mereka putus asa, jiwa mereka lunglai dan mereka takut mati. Pemimpinpemimpin mereka juga sudah khawatir akan nasib mereka sendiri. Keangkuhan mereka kini langsung merosot.

Pengkhianatan Asy ‘as

Setelah itu Asy’as kemudian keluar dan menemui Ikrimah dengan maksud meminta perlindungan dari Muhajir, untuk dirinya sendiri dan sembilan orang yang lain dengan ketentuan ia akan membukakan benteng itu untuk pasukan Muslimin dan membiarkan mereka yang ada di dalamnya. Permintaannya itu disetujui oleh Muhajir asal dia menulis nama-nama kesembilan orang yang dimintakan perlindungannya itu. Asy’as menuliskan nama-nama saudaranya, saudara-saudara sepupunya dan anggota-anggota keluarganya yang lain. Tetapi dia lupa menuliskan namanya sendiri dalam catatan itu. Setelah surat yang berisi catatan itu ditera, diserahkannya kepada Muhajir. Asy’as mengeluarkan kesembilan orang itu dari benteng dan pintu-pintu gerbang dibukakan untuk pasukan Muslimin. Ketika mereka menyerbu masuk siapa saja yang mengadakan perlawanan akan dipenggal lehernya. Perempuan-perempuan dalam benteng itu sebanyak seribu orang ditawan. Muhajir menempatkan penjagaan kepada tawanan-tawanan itu serta harta benda yang ada di dalamnya. Setelah dihitung seperlimanya kemudian dikirimkan ke Medinah.

Perjalanan dunia ini memang serba aneh! Asy’as yang telah melakukan pengkhianatan berat ini, dan yang telah menyerahkan kaumnya untuk dibunuh dan menyerahkan seribu perempuan untuk ditawan, Asy’as ini juga yang tidak tahan mendengar teriakan bibi-bibinya dari Keluarga Amr bin Muawiyah: “Asy’as! Asy’as! Keluargamu, keluargamu!” Maka cepat-cepat ia bertindak hendak membela mereka dan membebaskan mereka dari tawanan Ziyad. Dan Asy’as yang dulu datang menemui Nabi, yang kita ketahui begitu ramah, disambut oleh kaum Muslimin juga dengan ramah, Asy’as itu juga yang ternyata begitu hina, sehingga ia dikutuk oleh Muslimin dan dikutuk pula oleh perempuanperempuan tawanan itu. Mereka menamakannya: “‘urfun nar” ungkap- an bahasa Arab Yaman yang berarti “Pengkhianat.” Tetapi bila orang memang sudah terlalu terikat pada dunia dan takut mati, hidupnya akan sangat hina dan ia akan tersungkur ke lembah yang lebih parah dari mati.

Muhajir memanggil orang yang nama-namanya sudah disebutkan dalam catatan Asy’as itu, kemudian mereka dibebaskan. Karena nama Asy’as sendiri tak terdapat dalam catatan yang sudah ditera itu, maka ia dibelenggu dan sudah akan dihukum mati. “Bersyukur aku kepada Allah karena engkau telah membuat kesalahan, Asy’as! Aku memang ingin Allah akan membuat engkau mendapat malu!”

Tetapi Ikrimah bin Abi Jahl Segera Campur Tangan.

“Tangguhkan,” katanya. “Kita sampaikan dulu kepada Abu Bakr. Dalam hal ini dia lebih tahu mengambil keputusan. Jika orang lupa mencatatkan namanya, sedang dia sendiri mewakili mereka dalam pembicaraan itu, adakah yang satu dapat membatalkan yang lain?”

Muhajir kemudian terpaksa menundanya. Orang ini dikirimkan kepada Abu Bakr bersama-sama dengan tawanan yang lain. Sepanjang jalan ia dikutuk oleh tawanan-tawanan itu dan oleh kaum Muslimin juga. Abu Bakr memaafkan Asy’as Dalam pembicaraan dengan Asy’as Abu Bakr mengingatkan segala yang telah dilakukannya. “Lalu, apa yang harus kulakukan terhadapmu?!” tanya Abu Bakr. “Aku tidak tahu bagaimana pendapatmu; engkau yang lebih tahu,” kata Asy’as.

“Menurut pendapatku kau harus dibunuh.”

“Aku yang mengajak kaumku hingga mereka menyetujui; tidak seharusnya aku dibunuh,” kata Asy’as menjawab Abu Bakr.

Karena percakapannya dengan Abu Bakr agak panjang Asy’as khawatir ia akan dibunuh juga, lalu katanya:

“Jika engkau berniat baik kepadaku, tentu kau mau melepaskan tawanan-tawanan itu, memaafkan kesalahanku, menerima keislamanku, memperlakukan aku seperti rekan-rekanku yang lain dan mengembalikan istriku kepadaku.” Istri yang disebutkannya ialah Umm Farwah saudara Abu Bakr. Sejenak Abu Bakr agak ragu akan menjawab. Tetapi Asy’as tiba-tiba melanjutkan: “Lakukanlah, akan kaulihat aku menjadi penduduk negeri itu yang terbaik dalam agama Allah.”

Setelah hal itu dipikir-pikir dan dipertimbangkan Abu Bakr dapat menerimanya dan keluarganya dikembalikan kepadanya seraya katanya: “Ya pergilah, hendaknya kau berkelakuan baik.”

Setelah itu kemudian Asy’as tinggal dengan Umm Farwah di Medinah. Ia keluar dari kota itu baru pada masa Umar dengan membawa tugas ke Irak dan Syam. Dalam menjalankan tugasnya itu ia benarbenar berjuang mati-matian, yang kemudian ia dapat mengembalikan citranya di mata kaum Muslimin.

Menumpas Pemberontakan di Negeri Arab

Muhajir dan Ikrimah masih tinggal di Hadramaut dan Kindah sampai keadaan benar-benar aman dan tenteram. Dan dengan ditumpasnya pemberontakan di negeri-negeri Arab itu Perang Riddah pun berakhir sudah. Langkah berikutnya mengadakan konsolidasi politik, yang setelah itu masih berlangsung lama. Tetapi kemudian timbul kekeruhan. Langkah Muhajir pun tidak pula kurang tegasnya dalam menumpas pembangkangan di kawasan ini, dibanding dengan di Yaman. Ia sudah mengikis habis kaum murtad itu, dan menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada kaum pemberontak. Sebagai contoh misalnya kita lihat dua orang penyanyi perempuan; yang seorang mencaci maki Rasulullah dalam nyanyiannya, dan yang seorang lagi mengejek kaum Muslimin. Muhajir memerintahkan dipotongnya kedua tangan dan mencabut dua gigi depan kedua perempuan itu. Abu Bakr menulis surat mencela perbuatannya itu sebagai tindakan yang salah. Untuk yang pertama sebaiknya dibunuh, karena hukum yang berlaku bagi para nabi tidak sama dengan yang berlaku terhadap yang lain, sedang untuk yang kedua masih dapat dimaafkan kalau dia seorang zimmi (bukan Muslim yang tinggal dalam kawasan Islam).

“Bagaimana kau memaafkan perbuatan syirik padahal lebih berat. Bersikap tenanglah. Jauhilah penganiayaan, karena itu merupakan perbuatan dosa yang harus dihindari kecuali bila menyangkut hukum kisas.” Apa yang diperbuat Muhajir terhadap kedua penyanyi itu diperbandingkannya dengan yang diperbuatnya terhadap para pembangkang dan kaum murtad.

Abu Bakr meminta Muhajir memilih untuk menjalankan pemerintahan di Hadramaut atau di Yaman. Muhajir memilih Yaman. la berangkat ke San’a dan tinggal di sana bersama Fairuz. Sedang Ziyad bin Labid tetap di Hadramaut.

Kebalikannya Ikrimah yang sudah bersiap-siap akan kembali ke Medinah, tak jadi ia berangkat. Malah ia kawin dengan putri Nu’man bin al-Jaun. Rupanya kemarahan Abu Bakr kepada Khalid bin Walid dulu ketika mengawini Umm Tamim dan kemudian mengawini putri Mujja’ah yang jelas menyalahi adat istiadat orang Arab, tidak menjadi rintangan bagi Ikrimah. Hanya saja perkawinan Ikrimah dengan gadis ini telah juga menimbulkan masalah baru: anggota-anggota pasukannya menggerutu, yang berkesudahan dengan diserahkannya persoalan itu kemudian kepada Abu Bakr untuk mengambil keputusan.

Cerita Perkawinan Ikrimah dengan Putri Nu ‘man

Sebenamya Ikrimah kawin dengan putri Nu’man ini ketika ia masih di Aden kemudian dibawa pindah ke Ma’rib. Pasukannya berselisih pendapat mengenai gadis itu. Ada yang mengatakan: Biarkan saja, dia bukan perempuan yang sepatutnya buat dia. Yang lain berkata: Jangan dibiarkan!

Kemudian cerita ini diteruskan kepada Muhajir. Muhajir menulis surat kepada Abu Bakr meminta pendapatnya mengenai masalah ini. Tetapi Abu Bakr berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan Ikrimah itu tak perlu dirisaukan. Nu’man bin al-Jaun dulu pernah datang kepada Rasulullah dan menginginkan ia menikah dengan putrinya itu. Maka putrinya itu diperindah dan dibawa kepada Nabi. Dan yang lebih menarik lagi gadis itu tak pernah mengeluh sakit. Tetapi ditampik oleh Rasulullah. Gadis itu dibawa kembali oleh ayahnya ke Aden. Oleh karena itu, ada sebagian anggota pasukannya yang menduga bahwa Ikrimah sebaiknya menolak saja seperti yang dilakukan Rasulullah, su- paya dalam hal ini dapat mengambil teladan dari Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam Tetapi Abu Bakr menolak pendapat ini, dan dia tak keberatan dengan perkawinan Ikrimah itu. Sekarang Ikrimah menetap di Medinah bersama istrinya. Juga pasukannya sudah kembali berkumpul di Medinah, kota yang ditinggalkannya sejak pecah Perang Riddah dulu.

Abu Bakr melayangkan pandangannya ke seluruh Semenanjung yang ada di sekitarnya itu. Teringat ia hari pembaiatannya dulu. Air mata bercucuran karena rasa syukur atas kenikmatan yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, kenikmatan dalam bentuk kemenangan, kenikmatan dengan memperkuat agama yang benar ini dengan tekad dan keteguhan hatinya. Bagaimanakah Medinah ketika itu, Medinah yang telah berjaya dengan kemenangannya, yang berdaulat di seluruh kawasan Arab, — dibandingkan dengan Medinah yang kemudian dilanda oleh orang-orang Arab yang bergejolak dan memberontak dan berusaha hendak mengepungnya setelah Rasulullah wafat! Apa pula yang akan membuat Abu Bakr membanggakan diri padahal ia ingat firman Allah kepada RasulNy paya dalam hal ini dapat mengambil teladan dari Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam Tetapi Abu Bakr menolak pendapat ini, dan dia tak keberatan dengan perkawinan Ikrimah itu.

Sekarang Ikrimah menetap di Medinah bersama istrinya. Juga pasukannya sudah kembali berkumpul di Medinah, kota yang ditinggalkannya sejak pecah Perang Riddah dulu. Abu Bakr melayangkan pandangannya ke seluruh Semenanjung yang ada di sekitarnya itu. Teringat ia hari pembaiatannya dulu. Air mata bercucuran karena rasa syukur atas kenikmatan yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, kenikmatan dalam bentuk kemenangan, kenikmatan dengan memperkuat agama yang benar ini dengan tekad dan keteguhan hatinya. Bagaimanakah Medinah ketika itu, Medinah yang telah berjaya dengan kemenangannya, yang berdaulat di seluruh kawasan Arab, — dibandingkan dengan Medinah yang kemudian dilanda oleh orang-orang Arab yang bergejolak dan memberontak dan berusaha hendak mengepungnya setelah Rasulullah wafat! Apa pula yang akan membuat Abu Bakr membanggakan diri padahal ia ingat firman Allah kepada Rasul-Nya (Q.S Al-Anfal :17)

فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ قَتَلَهُمْۖ وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ رَمٰىۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْهُ بَلَاۤءً حَسَنًاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ – ١٧

Terjemah :
17. Maka, (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Gerangan apakah yang akan terjadi esok?! Betapa kesatuan agama Allah ini kini bertambah kuat, bertambah agung dan tersebar luas?! Inilah yang menjadi arah tujuan politik Abu Bakr. Dan ini pula yang dipikirkan Abu Bakr sejak ia merasa yakin dengan kemenangan itu. Lama sekali ia berpikir demikian sejak para jenderal dan pasukannya itu masih bertugas menumpas sisa-sisa kaum murtad serta pengaruhnya di daerah selatan. Bila Allah hendak membuktikan kekuasaan-Nya, maka kedaulatan Islam itulah yang lahir dari hasil pemikiran dan perjuangan.

You also like

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma Penyair Agung   

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma Penyair Agung   

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma adalah seorang sahabat Nabi keturunan Bani Zainah. la dikenal sebagai penyair ulung.…
Al-Hasan dan al-Husain Pemimpin Pemuda Surga   

Al-Hasan dan al-Husain Pemimpin Pemuda Surga   

Al-Hasan dan al-Husain adalah sahabat sekaligus cucu Rasulullah  saw. Keduanya adalah belahan hati Rasulullah saw. dan pemimpin para…
Abu Ayyub al-Anshari

Abu Ayyub al-Anshari – Tempat Persinggahan Nabi

Abu Ayyub al-Anshari adalah seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar, yang berasal dari suku Khazraj. Nama aslinya adalah…
Fairuz al-Dailami- Pembunuh al-Aswad al-Unsa al-Kazzab  

Fairuz al-Dailami- Pembunuh al-Aswad al-Unsa al-Kazzab  

Abu Umar ibn Abdul Bar menuturkan dalam kitab al-lsti'ab bahwa Fairuz al-Dailami adalah seorang sahabat Nabi yang  berasal dari…
Ashim ibn Tsabit  Jasadnya Dilindungi Lebah  

Ashim ibn Tsabit – Jasadnya Dilindungi Lebah  

Ashim ibn Tsabit sahabat Nabi dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Aus keturunan Bani Dhubay. la mendapat…
Dihyah al-Kalabi; Jibril Turun  dalam Rupa Dirinya  

Dihyah al-Kalabi; Jibril Turun  dalam Rupa Dirinya  

Dihyah al-Kalabi adalah sahabat Nabi yang berasal dari suku al-Kalabi. Ayahnya bernama Khulaifah ibn Farwah ibn Fadhalah. la…

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Shopping Cart

No products in the cart.

Return to shop

Nama Toko

Selamat datang di Toko Kami. Kami siap membantu semua kebutuhan Anda

Selamat datang, ada yang bisa Saya bantu