Home » Blog » Pernikahan Nabi Muhammad dan Khadijah

Pernikahan Nabi Muhammad dan Khadijah

Pernikahan Nabi Muhammad dan Khadijah

Dia adalah Khadijah binti Khuwailid ibnu Asad ibnu ‘Abdil ‘Uzzâ ibnu Qushay. Pada nama Qushay, kakeknya yang keempat, nasabnya Khadijah bertemu dengan Rasulullah Saw. lbu Khadijah bernama Fatimah binti Ziidah. Nenek Khadijah dari pihak ibu bernama Hâlah binti ‘Abdu Manâf. ‘Abdu Manâf adalah kakek ketiga Rasulullah. Jadi, dari pihak ayah maupun ibu, Rasulullah dan Khadijah memiliki hubungan kekerabatan yang dekat.

Ayah Khadijah, Khuwailid, terkenal sebagai lelaki yang cerdas, kaya, terhormat, berakhlak mulia, jujur dan bisa dipercaya. Khadijah juga memiliki saudara sepupu bernama Waraqah ibnu Naufal ibnu Asad. salah satu dari empat orang Arab yang menolak penyembahan berhala Oleh kaum Quraisy. Salah seorang dari mereka berkata, “Kaum kita telah menyalahi agama Ibrahim, leluhur mereka sendiri. Mereka menyembah batu yang tidak mendengar dan tidak melihat, yang tidak mendatangkan manfaat maupun bahaya. Kita harus mencari agama yang benar.”

Empat orang ini kemudian pergi mencari jalan masing-masing, yang mereka cari adalah hanîfiyyqll, agama Nabi Ibrahim. Setelah pencarian sekian lama, Waraqah akhirnya memeluk agama Nasrani dan mempelajarinya. Waraqah pun kemudian dianggap sebagai sa]ah satu dari sedikit orang yang paling mengetahui ajaran-ajaran agama Nasrani di masanya.

Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa Khadijah adalah bagian dari keluarga yang mcmiliki garis kcturunan paling terhormat dari suku Quraisy. Keluarganya itu terkenal dengan akhlak mulia dan sikap beragama yang jauh dari perbuatan mengumbar nafsu.

Khadijah lahir 15 tahun sebelum Rasulullah, Khadijah muda adalah seorang gadis yang cantik parasnya dan baik perilakunya. Suami pertamanya adalah Abu Hâlah an-Nabbâsy ibnu Zurârah at-Taymi. Pernikahan ini berakhir ketika Abu Hâlah wafat meninggalkan dua anak laki-laki, yakni Hindun dan Hâlah.

Khadijah kemudian menikah lagi dengan ‘Athîq ibnu ‘Aidz alMakhzûmî. Dari suaminya yang kedua ini, Khadijah memperoleh scorang anak percmpuan yang lagi-lagi diberi nama Hindun. Hindun menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama Shafiy ibnu Umayyah ibnu ‘Âidz al-Makhzûmi. Keturunan Khadijah dari pernikahan keduanya ini sempat tinggal di Madinah dan sering disebut dengan Banî Thâlrirah (Keturunan Wanita Suci).

Dari suami pertama, Khadijah mendapatkan dua anak, Hindun dan Hâlah. Hindun pernah diasuh Oleh Rasulullah. Dia adalah anak tiri Rasulullah dan saudara tiri Fatimah. Kenyataan itu membuatnya sangat bangga. Dia juga dikenal sebagai orang yang mampu mengungkapkan pikirannya dalam bahasa yang indah dan menawan. Itu terbukti dalam sebuah hadits yang diriwayatkannya menyangkut sosok Rasulullah dan gambaran fisik beliau.

Mengenai Hâlah, ada sebuah riwayat yang menceritakan bahwa dia pernah mendatangi Rasulullah yang sedang tidur. Sesaat setelah terbangun, Rasulullah memeluk Hâlah sambil berseru, “Hâlah! Hâlah!”

“Aku tidak pernah merasa cemburu kepada seorang wanita sebesar rasa cemburuku pada Khadijah. Aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah sering menyebut nama-nya. Pernah beliau menyembelih seekor kambing, Iah’ memotong sebagian dagingnya dan menghadiahkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah. ” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Baghawi).

Di masa jahiliyah, Khadijah diberi gelar “wanita yang suci” (thâhirah). Setelah dua kali menikah, banyak lelaki yang meminangnya dengan menawarkan sejumlah harta sebagai maskawin. Tetapi Khadijah mcnolak semua pinangan itu. Perhatiannya difokuskan pada upaya mengasuh anak dan mengelola perdagangan.

Dalam dunia perdagangan saat itu, Khadijah adalah nama yang sangat diperhitungkan. Hampir setiap kafilah memuat barang dagangannya dalam jumlah besar. Khadijah juga mempekerjakan orang-orang Quraisy yang jujur dan tepercaya untuk mengawasi barang-barang dagangannya itu.

Suatu hari, Khadijah hendak mengirim kafilah dagang ke negeri Syam. Dia mencari seseorang yang bisa diutusnya ke Syam untuk mengawasi dan memimpin rombongan dagang tersebut. Saat itu, masyarakat Mekkah sedang ramai membicarakan Muhammad ibnu Abdillah, seorang pemuda yang memiliki kejujuran dan keluhuran budi di tengah rekan-rekan sebayanya yang sibuk berfoya-foya. Khadijah berpikir, mengapa tidak Muhammad saja yang ia utus untuk menangani urusan-urusan perdagangannya di Syam?

Muhammad adalah orang yang jujur. Dan kejujuran sangat penting dalam perdagangan. Tetapi, Khadijah tidak pernah mendengar Muhammad memiliki pengalaman berdagang. Pilihan itu sebetulnya berisiko. Khadijah hanya mengandalkan firasat dan nalurinya yang jarang salah. Akhirnya, Khadijah pun memanggil Muhammad dan mengajaknya berbincang-bincang tentang perdagangan.

Dalam perbincangan itu, Khadijah menangkap kesan bahwa Muhammad adalah seorang pemuda yang cerdas, santun, pandai menjaga diri dan berpenampilan sempurna. Muhammad tcrlihat begitu tenang ketika diam dan terlihat begitu berpengaruh saat berbicara. Dia selalu memerhatikan lawan bicaranya, mendengarkannya dengan teliti, dan tidak pernah memperlihatkan Sikap setengah-setengah.

Sebagai seorang pedagang yang berpengalaman, Khadijah tahu bahwa Muhammad adalah orang yang dia cari. Khadijah berkata, “Aku memanggilmu berdasarkan apa Yang kudengar dari orang-orang tentang perkataanmu yang jujur, integritasmu yang tepercaya, dan akhlakmu yang mulia. Aku memilihmu dan kubayar engkau dua kali lipat dari apa yang biasa diterima Oleh seseorang dari kaummu.” Muhammad menerima tugas itu dengan senang hati.

Khadijah juga mengamati gambaran fisik Muhammad. Cara dia berjalan menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi. Posturnya seimbang, tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi, tidak terlalu gemuk dan tidak pula terlalu kurus.

Khadijah juga ingat bahwa selama borbincang dengannya, Muhammad selalu menundukkan mukanya. Hanya sekali, seingatnya, Muhammad mengangkat mukanya, yaitu ketika Khadijah menawarkan tugas menjalankan urusan perdagangan di Syam. Saat itu, Muhammad tersenyum, mengangkat mukanya sedikit dan mengucapkan terima kasih, lalu kembali menunduk.

Muhammad memiliki kening yang lebar, dagu yang lepas dan leher yang jenjang. Dadanya bidang. Matanya indah dan lebar dengan bola mata vang hitam pekat. Giginya putih cemerlang.

Agak mengherankan bahwa Khadijah memcrhatikan scrnua itu. Ketampanan dan kegagahan Muhammad memang mampu memikat banyak gadis. Tetapi, bukankah Khadijah memanggilnya untuk urusan bisnis? Tampaknya, Khadijah tertarik pada pribadi pemuda ini. Alangkah lembutnya keindahan yang dipancarkan wajah Muhammad! Alangkah indahnya senyum tipis yang mcnghias bibirnya! Khadijah merasa bahwa apa yang ramai dibicarakan penduduk Mekkah tentang Muhammad bukan isapan jempol belaka.

Setelah menerima tugas dari Khadijah Muhammad bergegas menemui pamannya, Abu Thalib, untuk menceritakan tawaran kerja yang baru saja diterimanya. Abu Thalib turut bergembira. Dia berkata, “Ini adalah rezcki yang Allah berikan kepadamu.”

Hari keberangkatan pun tiba. Penduduk Mekkah, termasuk parnanpaman Muhammad, beramai-ramai mengantar kafilah ke perbatasan kota. Kafilah pun bcrtolak menuju Syam.

Dalam ekspedisi dagang ke Syam ini, Muhammad dibantu oleh seorang pelayan laki-laki bernama Maysarah. Khadijah berpesan agar Maysarah tidak membantah perintah Muhammad atau menentang pendapatnya.

Urusan perdagangan di Syam ternyata berjalan lancar. Barangbarang habis terjual. Laba yang diraih dari perdagangan itu pun luar biasa besarnya. Sebelum pulang, kafilah ini membeli barang-barang lain untuk dijual kembali di Mekkah.

Setelah scmua urusan selcsai, kafilah ini pun beranjak pulang. Sesampainya di sebuah lembah (sekarang terkenal dengan nama Wâdî Fâthinzalz) di luar Mekkah, Maysarah berkata pada Muhammad, “Pergilah kepada Khadijah! Laporkan scmua yang engkau alami dan kcuntungan yang engkau peroleh dalam ekspedisi ini.”

Muhammad lalu maju ke depan bersama para pemuda lain yang baru saja tiba dari perjalanan jauh. Mereka memasuki kota dengan kafilah yang berjalan perlahan-lahan di belakang mereka. Para lelaki menyambut kedatangan mereka di jalan-jalan. Para wanita memandangi mereka dari atas rumah.

Saat itu siang hari. Khadijah bersama beberapa wanita lain berada di sebuah ruangan di bagian atas rumahnya. Dia bisa melihat Muhammad yang scdang menunggang unta kccil berwarna merah memasuki kota. Ada dua malaikat menaunginya. Para wanita itu terkejut. Betapa gagah Muhammad! Betapa agung wibawa yang dipancarkannya! Dari jauh ia terlihat begitu indah dan mengesankan!

Sebagaimana tradisi yang biasa dilakukan para pembesar Quraisy selepas pulang dari perjalanan dagang, Muhammad pun langsung menuju Ka’bah untuk melakukan thawaf. Setclah itu barulah dia mcnghadap Khadijah.

Kepada Khadijah, Muhammad melaporkan semua hal yang dialaminva di dalam perjalanan, termasuk kcuntungan bcsar yang diperolehnya dan barang-barang dagangan yang dibelinya di Syam. Khadijah menerima laporan itu dengan rasa gembira. Apalagi setelah diketahui bahwa barang-barang yang dibawa dari Syam berhasil dijual kembali di Mekkah dengan keuntungan yang berlipat ganda.

Di Iain kesempatan, Maysarah juga menghadap Khadijah dan bercerita tentang hal-hal aneh yang ditemuinya sepanjang perjalanan. Dia seringkali menyaksikan awan berkumpul menaungi Muhammad yang sedang menunggang unta di padang pasir pada siang yang panas.

Suatu hari, tutur Maysarah, Muhammad sedang bernaung di bawah sebuah pohon di dekat tempat pertapaan seorang rahib bernama Nasthura. Sang rahib bertanya kepada Maysarah tentang siapa Muhammad. Maysarah menjawab bahwa Muhammad adalah scorang pcmuda yang mulia dari suku Quraisy. Sang rahib kembali bertanya, “Apakah ada tanda merah di matanya?.”

“Ya,” jawab Maysarah.

Rahib itu kemudian berkata, “Pemuda yang duduk di bawah pohon itu adalah seorang nabi.”

Pernah pula ada seorang lelaki berselisih dengan Muhammad. Maysarah menduga lelaki itu memang sengaja mencari-cari persoalan.

Dia berkata pada Muhammad, “Bersumpahlah dengan nama Lata dan ‘Uzza!”

Muhammad menolak dan berkata, ‘Aku tidak pernah bersumpah dengan nama keduanya.”

“Engkau benar.”

Lelaki itu pergi begitu saja. Tetapi, di luar pengetahuan Muhammad, Iclaki tcrscbut berkata kepada Maysarah, “Orang ini, demi Tuhan, adalah seorang nabi. Para pendeta kami telah menerangkan ciri-cirinya berdasarkan apa yang mereka baca da]am kitab suci.”

Maysarah juga bcrcerita kepada Khadijah tentang tingkah laku Muhammad di sepanjang perjalanan. Semua itu menunjukkan kejujuran, keluhuran budi dan ke]embutan hatinya.

Khadijah mulai berpikir dan menimbang-nimbang semua cerita yang didengarnya itu. Dia tahu bahwa semua penduduk Mekkah merasa kagum pada Muhammad. Mcreka pcrcaya pada kejujuran, integritas dan kebersihan moralnya. Julukan yang diberikan untuknya adalah alanún (orang yang bisa dipercaya). Khadijah sendiri mengakui bahwa Muhammad adalah pemuda yang nyaris sempurna.

Khadijah mulai bertanya-tanya. Perasaan apa yang ada dalam hatinya ini? Mengapa dia merasa kagum ketika melihat Muhammad memasuki Kota Mekkah dengan untanya? Tidak salahkah penglihatannya ketika ia menyaksikan sendiri dua malaikat menaungi Muhammad? Rasa girang ketika mcndcngar Muhammad mempcroleh keuntungan besar di Syam; benarkah rasa itu muncul hanya karena kabar tentang keuntungan finansial tersebut? Bagaimana dia harus menyikapi cerita-cerita aneh yang dikabarkan Maysarah?

Semua orang di masa itu, termasuk Khadijah, tentu pernah mendengar ramalan para rahib tentang seorang nabi yang akan muncul di jazirah Arab. Muhammadkah nabi yang ditunggu-tunggu itu? Dalam perjalanan ke Syam, Muhammad memang berhasil memperoleh laba besar dengan jumlah yang tidak pernah diperoleh oleh siapa pun sebelumnya. Apakah itu berhubungan dengan statusnya sebagai calon nabi?

Sebetulnya, Khadijah telah mencoba untuk tidak memikirkan pertanyaan-perianyaan itu. Tetapi, semakin keras dia berusaha melupakannya, semakin sering pikiran-pikiran itu muncul di kepalanya. Dan, anehnya, Khadijah merasa bahagia dengan itu semua. Dia bertanyatanya, apakah pikiran itu lahir dari rasa kagum yang sama seperti apa yang dirasakan orang-orang Quraisy?

Khadijah tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Khadijah, seorang wanita yang dikenal dengan kecerdikan dan ketajaman pikiran, ternyata tidak bisa mcnangani persoalan yang tcrkcsan scdcrhana ini. Di ujung rasa bingungnya, Khadijah pergi menemui sepupunya, Waraqah ibnu Naufal.

Waraqah adalah perneluk Nasrani scjak muda. Dia seorang asketis yang tekun menyembah Tuhan, menjauhi berhala, dan mempelajari kitab suci-kitab suci agama terdahulu. Mendengar cerita Khadijah, ada kebahagiaan yang aneh dirasakan oleh Waraqah. Dia bangkit lalü berkata bahwa berdasarkan kitab suci-kitab suci yang pernah dia baca, Allah akan mengutus seorang rasul terakhir dari anak keturunan İsmail yang lahir di dekat Baitullah.

Waraqah kemudian diam. Dia berpikir sangat serius. Lalü dia katakan, “Wahai Khadijah! Jika apa yang kupikirkan ini benar, maka Muhammad pastilah seorang nabi. Yang kutahu dengan pasti, seorang nabi akan muncul dari bangsa ini. Dan sekaranglah saat kemunculannya.” Waraqah juga berharap dirinya dikaruniai umur panjang sehingga dia bisa bcriman dan mengikuti ajaran-ajaran nabi terscbut serta membelanya menghadapi musuh-musuhnya. Di akhir pembicaraan, Waraqah melantunkan syair berikut.

Bertahan aku dengan ingatan

tentanng sedih yang melahirkan jeritan

hingga engkau, Khadijah, datang padaku

Betapa lama, Khadijah, aku nıeııunggıı

Perbincangan dengan Waraqah menimbulkan kesan mendalam di hati Khadijah. Dia kembali berpikir tentang Muhammad, pemuda yang mengagumkan itu. Dia bertanya, apakah kekaguman masyarakat kepada Muhammad tersebut adalah bagian dari skenario Tuhan untuk melapangkan jalan baginya menjadi nabi?

Secara pribadi, Khadijah juga berpikir tentang apa yang sebetulnya menghubungkan dirinya dengan Muhammad. Mengapa bayangan Muhammad selalu muncul siang dan malam tanpa ia kehendaki?

Telah banyak pinangan lelaki yang ditolak Oleh Khadijah karena dia berpikir bahwa mereka hanya menghendaki harta dan status sosialnya. Tetapi, Muhammad berbeda dengan mereka. Rasa hormat dan cinta kepadanya tumbuh perlahan-lahan hingga akhirnya mencengkeram hati dan perasaan. Apakah ini juga bagian dari takdir Tuhan? Khadijah bertanya, inikah balasan untuk dirinya dari Tuhan atas perbuatan baik, sifat kedermawanan, serta keteguhannya menjaga diri dan kehormatan?

Khadijah percaya sepenuhnya akan kebenaran pernyataan Waraqah. Dia tahu bahwa cinta yang tumbuh di hatinya adalah perasaan yang wajar bagi wanita mulia yang mendambakan seorang pendamping hidup yang dapat dipercaya. Bahkan dia juga meyakini bahwa rasa cinta itu adalah anugerah Tuhan kepada dirinya, bahwa Tuhan menghendakinya untuk terlibat dalam rencana besar-Nya bagi manusia.

Akan tetapi, Khadijah juga sempat ragu. Pantaskah dia menikah dengan Muhammad? Selama ini diyakininya bahwa dia harus menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Karena itu dia menolak semua pinangan yang datang. la Iebih memilih untuk hidup bersama anak-anaknya serta memusatkan perhatiannya pada perdagangan. Apa yang akan dikatakan para pemuka Quraisy jika mereka mendengar Khadijah meminang seorang pemuda untuk dirinya sendiri?

Dalam tradisi Arab, seorang wanita hanya boleh menunggu lamaran dari laki-laki. Tetapi Khadijah bukan lagi seorang perawan muda yang tidak berpengalaman. Sebaliknya, Khadijah justru telah mempekerjakan banyak laki-laki untuk menangani urusan-urusan bisnisnya. Apa salahnya dia memilih sendiri laki-laki Yang bisa mendampingi dan membahagiakannya?

Berbekal pengalamannya dalam dunia perdagangan, Khadijah juga tahu bahwa keteguhan dan inisiatif adalah dua hal yang sangat menentukan kesuksesan. Khadijah sendiri adalah wanita yang sangat teguh memegang pendiriannya apabila dia yakin bahwa hal itu baik dan benar. Ketcguhan dan inisiatif itu yang membuatnya memilih dan mengutus Muhammad ke Syam. Apa salahnya jika dia memilih Muhammad untuk menjadi pendamping hidupnya?

Akhirnya, meski sempat ragu, Khadijah kemudian memutuskan untuk menikah dengan Muhammad dan mengambil inisiatif untuk meminangnya. Tetapi, masih ada satu pertanyaan yang harus ia jawab: siapa Yang bisa menjamin bahwa Muhammad akan menerima pinangannya?

Khadijah adalah wanita yang kaya, cantik dan berstatus sosial tinggi. Dia masih memesona bagi banyak laki-laki. Di Sisi Iain, Muhammad bukanlah lelaki yang rakus dan gampang tergoda oleh hal-hal yang bersifat lahiriah. Tetapi, Khadijah tahu bahwa walau bagaimanapun, Muhammad tetaplah seorang pemuda. Adalah haknya untuk mencintai seorang gadis yang sebaya.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, Khadijah memilih untuk menggunakan sebuah siasat. la mengutus seorang wanita yang ia vakini kemampuan dan loyalitasnya untuk secara diam-diam melakukan pendekatan awal kepada Muhammad. Wanita yang dipercayainya untuk mengemban tugas itu adalah Nafisah binti Umayyah yang masih terhitung kerabat dekat Muhammad dan saudari seorang lelaki yang kemudian menjadi salah satu sahabat Nabi yang terkemuka, Yala ibnu Umayyah.

Nafisah mendatangi Muhammad dan menasihatinya seperti seorang ibu menasihati anaknya. Dicobanya untuk meyakinkan Muhammad tentang pentingnva menikah. Muhammad menjawab bahwa dirinya hanya orang miskin yang tidak punya apa-apa untuk diberikan kepada wanita yang akan menjadi istrinya. Nafisah membantah hal itu. Menurutnya, kemiskinan bukan halangan untuk menikah. Apalagi Muhammad telah lama dikagumi penduduk Mekkah karena akhlak dan kejujurannya. Karena itu, menurut Nafisah, semua orang tua tentu mengharapkan Muhammad datang meminang putri mereka.

Setelah Muhammad bisa diyakinkan tentang pentingnya menikah, barulah Nafisah menyatakan bahwa wanita yang paling patut menjadi istrinya adalah Khadijah.

Alasannya sederhana. Khadijah adalah wanita yang cantik, kaya, bagus nasabnya, pandai menjaga kehormatan dan luhur akhlaknya. Masyarakat pun menjulukinya “wanita yang suci.”

Mengetahui pilihan Nafisah, Muhammad pun terkejut. Menurutnya, Nafisah berlebihan. Dari mana dia akan memperoleh harta untuk membayar mahar Khadijah? Nafisah menjawab bahwa kalau Muhammad setuju untuk menikah dengan Khadijah, urusan mahar tidak perlu ia pikirkan.

Nafisah menceritakan proses “diplomasi” awal yang dilakukannya itu dalam sebuah riwayat. Dia berkata, “Khadijah pernah mengutusku sebagai pcrantara kcpada Muhammad sctclah dia pulang dari Syam. Kukatakan kepadanya, ‘Apa yang menghalangimu untuk menikah?’ Muhammad menjawab, ‘Aku orang miskin yang tidak punya harta’. Kubilang, ‘Jika aku tanggung semua keperluanmu untuk menikah dan kupilihkan seorang wanita yang cantik, kaya, mulia dan cocok untukmu, maukah cngkau menikah?’ Muhammad menjawab, ‘Siapa wanita itu?’ Aku menjawab, ‘Khadijah’. Muhammad kembali bertanya, ‘Bagaimana mungkin?’ Kukatakan, ‘Aku yang akan mengaturnya’. ”

Upaya pendekatan yang dilakukan Nafisah ini sebetulnva bermakna penting. Tidak saja penting bagi Khadijah, tetapi juga bagi sejarah manusia secara umum. Jika Khadijah terbukti berperan penting bagi kesuksesan Rasulullah menunaikan misi risalahnya, maka siapa pun yang membantu pernikahan mereka berdua harus dipandang sebagai bagian penting dari proses penyebaran agama Islam ke seluruh dunia.

Dengan meminang Muhammad, Khadijah sebetulnya sedang menciptakan sebuah tradisi yang memihak dan menghormati wanita. Kalau wanita berhak mengatur urusan-urusannya sendiri, mengapa dia tidak boleh memilih scorang lelaki untuk menjadi pcendamping hidup dan ayah bagi anak-anaknya? Apalagi Khadijah tidak memilih calon suami yang kaya. Pilihannya atas Muhammad lebih didasarkan atas budi pekerti yang mulia dan perilaku yang luhur. Muhammad juga telah terbukti mampu menjaga dan mengembangkan aset-aset bisnisnya.

Akan tetapi, bukan hal itu saja yang bisa dipelajari dari kisah ini. Setelah Nafisah memberitahu hasil pendekatannya, Khadijah lalu mengundang Muhammad ke kediamannya. Di sana, Khadijah mengungkapkan secara langsung pinangannya dengan berani dan ksatria. Itu menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi serta keberanian menuntut hak dan menyampaikan aspirasi tanpa perantara. Khadijah memperlihatkan bahwa wanita bisa menangani urusan-urusannya.

Nafisah memang membantunya melakukan pendekatan awal untuk menjajaki kemungkinan Muhammad menerima pinangannya. Tetapi setelah itu, Khadijah menjalani sendiri seluruh proses yang harus dilakukannya. Perhatikan ucapan Khadijah kepada Muhammad berikut ini!

“Wahai anak pamanku! Aku berhasrat menikah denganmu atas dasar kekerabatan, kedudukanmu yang mulia, akhlakmu yang baik, integritas moralmu dan kejujuran perkataanmu.”

Muhammad menerimanya. Dan hari pernikahan yang ditunggu-tunggu itu pun datang. Muhammad didampingi oleh Bani Hasyim yang dipimpin oleh Abu Thalib dan Hamzah. Hadir juga bersamanya Bani Mudhar. Sedangkan Khadijah didampingi oleh Bani Asad yang dipimpin oleh ‘Amr ibnu Asad.

Pidato pernikahan disampaikan oleh Abu Thalib. Dia menyampaikan, “Segala puji bagi Allah yang telah melahirkan kita sebagai anak keturunan Ibrahim dan Ismail. Segala puji bagi-Nya yang telah menjadikan kita penjaga rumah-Nya dan pemelihara Tanah Suci-Nya. Dia yang menjadikan kediaman kita aman dan diziarahi banyak orang. Dia pula yang membuat kita berkuasa atas orang-orang.

“Keponakanku ini, Muhammad ibnu Abdillah, tidak bisa dibandingkan dengan pemuda mana pun; ia pasti mengungguli mereka. la memang tidak kaya. Tetapi, bukankah kekayaan akan berubah dan hilang? Dan kalian tahu di dalam keluarga seperti apa Muhammad dilahirkan. Hari ini, Muhammad menikahi Khadijah binti Khuwailid dengan mahar yang seluruhnya menjadi tanggunganku. Ini akan menjadi berita besar dan kehormatan yang agung. ”

Setelah Abu Thalib selesai menyampaikan pidatonya, berdirilah ‘Amr ibnu Asad, paman Khadijah dan pemimpin kaumnya. Dia menyampaikan pujian bagi Muhammad dan mengumumkan pernikahannya dengan Khadijah. Dengan itu, resmilah pernikahan keduanya.

You also like

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma Penyair Agung   

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma Penyair Agung   

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma adalah seorang sahabat Nabi keturunan Bani Zainah. la dikenal sebagai penyair ulung.…
Al-Hasan dan al-Husain Pemimpin Pemuda Surga   

Al-Hasan dan al-Husain Pemimpin Pemuda Surga   

Al-Hasan dan al-Husain adalah sahabat sekaligus cucu Rasulullah  saw. Keduanya adalah belahan hati Rasulullah saw. dan pemimpin para…
Juwairiyah bint al-Haris; Umm al-Mu’minin, al-Hilwah al-Malahah

Juwairiyah bint al-Haris; Umm al-Mu’minin, al-Hilwah al-Malahah

Biografi Setelah perang Uhud dan setelah kaum kafir Quraisy menghentikan kontak bersenjata dengan kaum muslimin sebagaimana yang mereka janjikan, Rasulullah…
Zainab bint Khuzaimah

Zainab bint Khuzaimah; Umm al-Mu’minin & Umm al-Masakin

Biografi Nama lengkapnya Zainab binti Khuzaimah ibn Haris ibn Abdillah  ibn Amru ibn Abdi Manaf ibn Hilal ibn…
Abu Ayyub al-Anshari

Abu Ayyub al-Anshari – Tempat Persinggahan Nabi

Abu Ayyub al-Anshari adalah seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar, yang berasal dari suku Khazraj. Nama aslinya adalah…

Zainab bint Jahsy; Umm al-Mu’minin yang Sangat Khusyu’ Beribadah

Biografi Setelah Rasulullah saw. menikah dengan Ummu Salamah, Rasulullah saw. menikah dengan Zainab binti Jahsy. Ia adalah sepupu Rasulullah…

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Shopping Cart

No products in the cart.

Return to shop

Nama Toko

Selamat datang di Toko Kami. Kami siap membantu semua kebutuhan Anda

Selamat datang, ada yang bisa Saya bantu