Persiapan Perang Riddah

Kabilah-kabilah Abs, Zubyan, Banu Bakr dan semua yang bersekutu dengan mereka oleh Abu Bakr dihancurkan dan dikeluarkan dari Abraq. Mereka sekarang bergabung kepada Tulaihah bin Khuwailid alAsadi di Buzakhah. Abu Bakr sudah mengumumkan bahwa Allah sudah menganugerahkan negeri-negeri itu dan tidak akan dikembalikan kepada pemiliknya. Abraq ditempati oleh pasukan berkuda Muslimin, dan negerinegeri Rabazah yang lain dibiarkan untuk tempat gembala dan sebagai sedekah kepada orang-orang beriman. Abu Bakr kembali kc Medinah sambil bcrpikir-pikir mencari jalan hendak membasmi mereka yang murtad dari Islam itu sampai tuntas. la tidak akan membiarkan mereka di segenap Semenanjung itu membangkang kepadanya dan kepada agama Allah. la tidak akan bcrdamai atau berkompromi dengan mereka sebelum mereka kembali kepada Allah dan menjadi Muslim kembali.
Membagi Brigade untuk Memerangi Kaum Murtad
Abu Bakr tinggal di Medinah sampai bcnar-benar ia merasa yakin bahwa pasukan Usamah sudah berkumpul semua, kemudian bersama mereka ia berangkat ke Zul-Qassah. Pasukan itu dibaginya menjadi sebelas brigade dengan masing-masing di bawah pimpinan satu orang. Kemudian ia mengeluarkan perintah kepada mereka masing-masing agar memobilisasi Muslimin yang kuat-kuat dan dipersiapkan untuk berangkat menghadapi kaum murtad.
Untuk melindungi kota Medinah Abu Bakr memperkuatnya dengan brigade yang lebih kecil. Soalnya ketika itu Medinah sudah aman dari kemungkinan adanya serangan dari luar. Kota yang makmur membuat penduduk hidup lebih tenteram. Bagaimana mungkin kabilah itu akan dapat menyerang Medinah sementara serangan kota itu diarahkan ke segenap penjuru. Berita kemenangan pasukannya sudah terdengar ke mana-mana di samping kekuatan dan keberaniannya, yang selama sangat didambakan oleh para pemberontak.
Abu Bakr Di Medinah, Markas Komando Tertinggi
Sejak itu Abu Bakr tidak lagi menginggalkan Medinah. Bukan karena tidak ingin bersama-sama dengan Muslimin dalam segala perjuangan itu, tetapi karena Medinah sudah menjadi markas komando tertinggi seluruh pasukan, dan sumber semua pengiriman perintah untuk bergerak dari tempat ke tempat yang lain. Abu Bakr mengeluarkan perintah kepada semua komandan pasukan agar jangan ada yang pindah dari perang berkelompok yang sudah dimenangkan untuk bergerak ke tempat lain sebelum mendapat izin. Dia yakin sekali bahwa kesatuan komando dalam perang merupakan salah satu taktik yang paling kuat dan tepat, dan jaminan untuk mencapai kemenangan.
Memilih Komandan Brigade dari Kalangan Muhajirin
Ada sekelompok orang dari kalangan Ansar yang menilai bahwa Abu Bakr telah menyerahkan pimpinan brigade itu hanya kepada kaum Muhajirin, tanpa ada seorang pun dari Ansar. Tetapi ia melakukan itu sebenarnya dengan tujuan supaya orang-orang Medinah (Ansar) tetap sebagai kekuatan pertahanan dalam kota, karena mereka lebih mengetahui keadaan di dalam, dan cintanya dalam menjaga daerahnya itu melebihi siapa pun. Anggapan sebagian orang bahwa mereka tidak diikutsertakan karena adanya kekhawatiran setelah melihat sikap yang mereka dulu di Saqifah Banu Sa’idah, samasekali tak beralasan. Brigade-brigade itu dibentuk hanya untuk menghadapi kaum murtad. Dalam keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya kaum Ansar tidak kurang dari Muhajirin, sehingga kekhawatiran terhadap pihak Ansar dalam memerangi kaum murtad juga tidak beralasan. Andaikata penafsiran semacam itu terhadap Ansar dapat dibenarkan, tentu hal yang sama dapat juga dibenarkan terhadap sahabat besar lainnya seperti Ali, Talhah dan Zubair, yang juga tinggal di Medinah, seperti juga Umar bin Khattab, untuk memberikan pendapat dan saran kepada Abu Bakr, sehingga segala perencanaan darr strategi yang disusun oleh pusat komando tertinggi itu akan bertambah kuat.
Abu Bakr Tak Dapat Diragukan
Apa yang dikhawatirkan Abu Bakr dan membuatnya lebih berhatihati? Ia menduduki jabatan Khalifah iru bukan atas keinginannya sendiri, tetapi karena kalangan terkemuka di Medinah berpendapat dialah yang paling tepat untuk itu. Sejak pertama ia memegang jabatan itu ia sudah menyatakan perkiraannya mengenai beban yang dihadapinya bahwa penerimaannya itu adalah suatu pengorbanan di jalan Allah. Begitu selesai dibaiat ia berpidato yang antara lain katanya: “Saya diserahi jabatan ini, tetapi saya menerimanya karena terpaksa. Demi Allah, saya sangat mengharapkan sekiranya ada yang lain saja.” Pada kesempatan lain ia pernah berpidato, setelah mengucapkan hamdalah: “Manusia yang paling malang di dunia dan di akhirat ialah raja-raja.” Melihat orang banyak menengadah dan terkejut ia berkata:
“Kenapa Saudara-saudara, kalian adalah orang-orang yang cepat membuat kecaman, cepat membuat kritik. Ada raja yang bila sudah menjadi raja oleh Allah ditarik apa yang ada di tangannya itu, dan mengingini apa yang ada di tangan orang lain… tak ubahnya seperti fatamorgana, dari luar tampak gembira, batinnya menderita.”
Rumah Abu Bakr ketika itu di Sunh, tempat istrinya, Habibah bint Kharijah, sebuah rumah desa di pedalaman yang kecil. Setelah ia dibaiat sebagai Khalifah sedikit pun tidak mengalami perubahan, juga rumahnya yang di Medinah. Bahkan selama enam bulan ia berjalan kaki dari Sunh ke Medinah. Adakalanya ia naik kuda miliknya. Ia seorang pedagang pakaian. Setelah dilihatnya beban negara akan lebih berat untuk dirangkap dengan perdagangan, ia berkata: “Tugas ini tak sesuai dengan urusan dagang! Untuk tugas ini dan mengurus umat seharusnya ditekuni secara khusus, dan untuk keluargaku dapat disediakan yang seperlunya.” Urusan dagangnya itu lalu ditinggalkannya dan ia hanya menerima gaji dari perbendaharaan Muslimin (baitulmal) yang sekadar cukup untuk keperluannya dan keperluan keluarganya.
Menjelang saat kematiannya ia berkata: “Kembalikanlah harta Muslimin yang masih ada pada kami. Jangan ada yang tertinggal pada saya. Tanah saya di tempat anu untuk Muslimin, yang saya peroleh dari harta mereka.”
Umar bin Khattab yang menguasai tanah .itu setelah ia menjadi Khalifah berkata: “Abu Bakr meninggalkan beban buat orang yang sesudahnya.”
Begitu berhati-hati dia sebagai manusia! Betapa pula berhati-hatinya ketika ia membentuk sebelas brigade, ketika kedudukannya sudah begitu kuat di kalangan Muslimin. Bahkan di kalangan orang Arab semuanya, dengan segala keteguhan hati, pandangannya yang tepat serta iman yang sungguh-sungguh, di samping kesediaannya suka berkorban. Semua itu adalah sebagian dari sifat-sifat Abu Bakr dalam segala kegiatan hidupnya. Kemudian kekuatan dan kebersihan pribadinya pada saat-saat semacam itu, pada saat kepala sudah mulai beruban setelah usianya di atas enam puluh tahun dan menjabat sebagai pengganti Rasulullah. Karena itu tak ada orang yang masih meragukan segala niat baiknya, tak ada orang yang akan merasa ragu dalam melaksanakan perintahnya.
Brigade Khalid bin Walid
Brigade Khalid bin Walid adalah yang terkuat dari antara sebelas brigade yang dibentuknya. Anggotanya terdiri atas para pejuang pilihan dari Muhajirin dan Ansar. Dan barangkali Khalid sendiri yang memilih mereka. Nanti akan kita lihat bahwa dalam Perang Riddah mereka telah benar-benar berjuang mati-matian. Kemudian dalam menghadapi Irak dan Syam perjuangan mereka juga tiada taranya, tiada celanya.
Khalid bin Walid Panglima Genius dan Pedang Allah
Tidak heran jika demikian keadaan brigade yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Allah telah memberi karunia berupa bakat kepadanya, seperti yang diberikan kepada Iskandar Agung, Jengiz Khan, Julius Caesar, Hannibal dan Napoleon. Ia seorang pahlawan lapangan yang berani dan nekat, penilaiannya cepat dan tepat, tak pernah mundur menghadapi bahaya, pandai mengelak dan menyerang dalam perang. Sudah banyak orang yang menyaksikan kejelian dan kehebatannya di medan perang. Rasulullah pernah memberikan gelar Saifullah — “Pedang Allah” kepadanya tatkala ia memimpin pasukan di Mu’tah setelah terbunuhnya Zaid bin Harisah, Ja’far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Dalam menghadapi pasukan Rumawi ia pandai mengelak dan menyerang, kemudian ia berbalik dan dapat melepaskan diri dengan selamat. Meskipun tidak membawa kemenangan, tetapi juga tidak dalam kekalahan yang memalukan. Khalid Saifullah selalu berada dalam medan pertempuran sampai akhir hayatnya.
Sebelum menganut Islam Khalid adalah seorang pahlawan Kuraisy yang ditakuti dan penunggang kuda yang hebat. Dalam Perang Badr, Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam barisan kaum musyrik. Ia mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak kasar, cenderung pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan. Kalau tidak karena punya penilaian yang tepat dan cepat, wataknya akan membahayakan dirinya sendiri. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan perang, tak pernah takut kepada siapa pun. Ketika Rasulullah pergi ke Mekah dalam menunaikan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah kemudian kembali ke Medinah, di hadapan orang-orang Kuraisy Khalid berkata: “Bagi orang berpikiran sehat sudah jelas sekarang bahwa Muhammad bukan tukang sihir dan bukan penyair. Yang dikatakannya itu ialah firman Allah seru sekalian alam. Sudah seharusnya orang yang punya hati nurani akan mengikutinya.”
Pernah terjadi diskusi dia dengan Ikrimah bin Abi Jahl, tetapi tak sampai terjadi kekerasan karena khawatir akan akibatnya. Dalam pertemuan itu Abu Sufyan tidak hadir. Tetapi ketika mendengar Khalid sudah masuk Islam, dipanggilnya Khalid dan ditanya: Benarkah demikian? Khalid menjawab bahwa memang benar, dia sudah masuk Islam dan bersaksi tentang kerasulan Muhammad. Abu Sufyan berang, lalu katanya: “Demi Lat dan Uzza, kalau aku tahu apa yang kaukatakan itu benar, sebelum Muhammad tentu kaulah yang akan kumulai.” Tetapi sebagai orang yang punya harga diri Khalid menjawab dengan nada keras: “Demi Allah, orang suka atau tidak, sungguh dia benar.”
Khalid lalu pergi ke Medinah. la segera mendapat tempat di hati Muslimin sebagai seorang panglima perang. Ketika terjadi perang Mu’tah, dialah Pedang Allah di sana, dan Pedang Allah sesudah itu. Di tangannya Allah memberi kemenangan atas Irak dan Syam dan menundukkan Persia dan imperium Rumawi, dua adikuasa yang menguasai dunia saat itu. Tidak heran jika Abu Bakr menempatkannya untuk memimpin brigadenya yang paling tangguh. Tidak pula heran jika juga Khalid yang harus menghadapi perang Riddah dan yang sesudahnya, seperti yang akan kita uraikan nanti lebih lanjut.
Gerakan Damai Sebelum Perang Riddah
Adakah Abu Bakr memberangkatkan kesebelas brigade itu ke medan perang begitu persiapannya selesai? Adakah pemberangkatan itu dilakukan sekaligus? Itulah yang disebutkan oleh beberapa sumber meski kenyataan menunjukkan yang sebaliknya. Tetapi bagaimanapun juga, sebelum pemberangkatan pertama, sudah lebih dulu dipersiapkan suatu gerakan damai dengan sebaik-baiknya. Ke seluruh Semenanjung itu terlebih dulu disiarkan surat pengumuman yang ditujukan kepada siapa saja yang mengetahui isi surat itu, yang awam atau yang khas, yang tetap dalam Islam atau yang murtad. Surat itu dimulai dengan ucapan hamdalah dan puji-pujian kepada Allah. Kemudian menyebutkan bahwa risalah Muhammad itu benar datang dari Yang Mahakuasa sebagai berita baik dan peringatan. Kemudian menyebutkan bahwa Rasulullah telah wafat setelah selesai menyampaikan apa yang diperintahkan Allah kepada umat manusia, dan Allah sudah menjelaskan itu kepada umat Islam dengan firman-Nya: (Q.S Ar-Rum:30)
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ – ٣٠
Terjemah :
30. Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(Q.S Az-Zumar: 34)
لَهُمْ مَّا يَشَاۤءُوْنَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ۗ ذٰلِكَ جَزَاۤءُ الْمُحْسِنِيْنَۚ – ٣٤
Terjemah :
34. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhannya. Itulah balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ – ١٤٤
Terjemah :
144. (Nabi) Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelumnya telah berlalu beberapa rasul.<sup>122)</sup> Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Surat Abu Bakr Kepada Kaum Murtad
Maksud Abu Bakr menyebutkan ayat-ayat itu untuk menangkis pangkal fitnah dan kekacauan karena mereka mengatakan: Kalau Muhammad benar seorang rasul, tentu ia tidak akan mati. Kemudian setelah mengingatkan supaya orang tetap bertakwa kepada Allah dan bertahan dengan agama-Nya, ia berkata: “Kepada saya diberitahukan adanya orangorang yang telah meninggalkan agamanya setelah berikrar dalam Islam dan menjalankan segala syariatnya, berbalik tidak lagi mengindahkan Allah Subhanahu wa ta ‘ala dan perintah-Nya, tetapi sebaliknya telah mengikuti kehendak setan… Saya sudah mengeluarkan perintah kepada polan memimpin pasukan bersenjata yang terdiri atas kaum Muhajirin, Ansar dan para pengikut yang baik, kepadamu sekalian, dan saya perintahkan untuk tidak memerangi dan membunuh siapa pun sebelum diajak mematuhi ajaran Allah. Barang siapa memenuhi ajakan itu, mengakui dan meninggalkan kesesatan, lalu kembali mengerjakan pekerjaan yang baik, harus diterima dan dibantu. Tetapi barang siapa tetap membangkang, maka harus diperangi dan jangan ada yang ditinggalkan. Mereka harus dihujani dan dibakar dengan api, dibunuh; perempuan dan anak-anak ditawan, dan siapa pun janganlah diterima kecuali ke dalam Islam. Barang siapa setuju, itulah yang baik untuk dirinya dan barang siapa mengelak Allah tidak akan lemah karenanya. Aku sudah memerintahkan utusanku untuk membacakan surat ini kepada setiap kelompok dari kamu sekalian. Dan ajakan itu ialah dengan azan.” Ketika itu bila Muslimin menyerukan azan dan orang menyambut azan itu, mereka dibiarkan, dan kalau tidak menyerukan ditanya apa sebabnya. Kalau menolak cepat-cepat ditindak.
Abu Bakr menyiarkan seruannya itu di segenap penjuru Semenanjung. Dengan itu tujuannya supaya mereka yang masih ragu, mendapat kesempatan berpikir. Ternyata banyak orang yang mengikuti penganjur-penganjur golongan murtad itu karena mereka takut akibatnya bila tetap bertahan dalam Islam. Jika melihat dirinya berada di antara dua kekuatan, mereka lebih cenderung kepada Islam, atau setidak-tidaknya diam tidak membela pemimpin-pemimpin kaum murtad itu. Mereka sudah tidak berdaya, dan tidak sedikit dari mereka yang tidak mengadakan perlawanan. Pengaruh rencana Abu Bakr dengan gerakan damainya itu hasilnya akan kita lihat jelas sekali.
Kesungguhan Abu Bakr dalam Gerakan Damainya
Dengan gerakan damainya itu Abu Bakr tidak bermaksud hendak mencoba-coba, kalau berhasil syukur, kalau tidak akan dicari cara lain untuk membuat gerakan damai baru lagi. Samasekali tidak! Tiap kata dan tiap bentuk ancaman dalam suratnya itu memang ditulis dengan sungguh-sungguh. Selesai membuat surat itu segera ia menulis pula kepada para komandan brigade mengenai batas waktu untuk memerangi siapa saja yang berbalik dari Islam. Ia tidak akan memaafkan lagi kaum murtad yang pernah mengancam itu, setelah diberi maaf dan diajak kembali kepada Islam. Kalau mereka bersedia menerima ajakan pasukan Muslimin hentikanlah, kalau tidak, teruskan serangan itu sampai mereka bersedia mengakui. Kemudian beritahukanlah hak dan kewajiban mereka: ambil apa yang menjadi kewajiban mereka, dan berikan apa yang menjadi hak mereka, jangan ditangguhkan. Barang siapa memenuhi ajakan itu, maka kebebasannya tak boleh diganggu dan setelah itu segala persoalannya hanya Allah yang tahu. Tetapi barang siapa tetap menolak seruan Allah, boleh dibunuh dan diperangi di mana pun mereka berada, dan tak ada kompromi kecuali Islam. Perangi mereka dengan senjata dan api.
Politik Abu Bakr: Sebuah Analisis Tentang Keteguhan Hatinya
Dengan dua pucuk surat serta brigade-brigade yang dibentuk oleh Abu Bakr itu persiapan memerangi kaum murtad selesai sudah. Semua ini kita lihat sebagai gambaran yang lengkap tentang ketegasan politik yang diterapkan oleh Abu Bakr dalam pemerintahannya. Sebagian orang menganggap semua ini aneh sekali, mengingat Abu Bakr yang terkenal dengan perangainya yang sangat halus, lemah lembut dan biasanya banyak mengalah demi kebaikan bersama.
Tetapi sebenarnya bukan hal yang mengherankan. Dengan imannya yang kuat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Abu Bakr tak pernah mengenai arti ragu. Orang yang berwatak lembut memang tidak menyukai kekerasan dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi bila sudah berhubungan dengan soal yang sudah menjadi keyakinannya, ia tidak lagi mengukur kekerasan dan kekuatan itu dengan kekerasannya dan kekuatannya sendiri. Pada setiap pribadi manusia sifatsifat itu seolah sudah tersusun dengan ukuran yang hampir berimbang antara kekerasan dengan kelembutan. Kemudian dalam mengukur waktu dan kesempatan, harus dengan kekerasan atau harus dengan kelembutan, terdapat peringkat yang berbeda-beda. Ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh kekerasan, sehingga kita mengira ia tidak akan pernah mengendur. Kebalikannya, ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh sifat lemah lembut, dan kita mengira ia tidak akan pernah menggunakan kekerasan. Tetapi dalam kenyataan, orang yang kita lihat sering dikuasai oleh kekerasan kadang jadi lemah lembut sedemikian rupa, sehingga pada orang lain yang biasa begitu halus dan lembut pun tidak kita jumpai. Orang yang lebih sering begitu halus perasaannya, sampai ia merasa pilu dan menangisi penderitaan orang lain, kadang menjadi orang yang sangat tegar dan keras tak mengenal ampun, sehingga tak akan kita jumpai pada orang yang berwatak keras sekalipun.
Adakah orang yang akan mengira bahwa Abu Bakr akan bersikap demikian tegas menentang sahabat-sahabat besar lainnya, yang Muhajirin dan yang Ansar, ketika hendak mengirim pasukan Usamah? Atau akan bersikap begitu keras menghadapi mereka yang enggan menunaikan zakat tanpa pedulikan pasukannya yang sedang tidak di kota Medinah? Kita nanti akan melihat sikap serupa ini, yang akan membuat kita heran dan kagum karena wataknya yang begitu keras dan tegar, watak yang biasa selalu halus dan lembut hati itu.
Baru saja kita bicara tentang Abu Bakr yang sangat kuat imannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Buat dia, kebenaran itu hanya iman, tak ada kebenaran yang lain, tiada diselubungi kebatilan dari depan atau dari belakangnya. Semuanya benar, telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya yang telah diwahyukan kepada Muhammad, hamba dan RasulNya itu. Kalau orang masih boleh tawar-menawar satu dengan yang lain dalam masalah dunia, maka tak ada tawar-menawar mengenai kebenaran yang berhubungan dengan Allah Mahaagung, dan siapa pun tak akan mampu mempersoalkan-Nya selain menerima dan tunduk kepada-Nya. Jika ada orang bermaksud hendak melawan kebenaran-Nya tak ada cara lain buat Abu Bakr selain harus memeranginya sampai ia kembali kepada kebenaran itu. Abu Bakr akan tetap memeranginya, walau hanya seorang diri, walau di kota sudah tak ada orang lain lagi. Demikianlah halnya dalam menghadapi mereka yang menolak menunaikan zakat, apalagi yang sampai murtad atau bermaksud hendak beriman kepada seorang rasul selain Muhammad Rasulullah.
Perang Riddah Sangat Menentukan Hidupnya Islam
Selesai mengadakan persiapan untuk menghadapi kaum murtad itu, kini tiba waktunya buat Abu Bakr untuk melancarkan perang yang sangat menentukan dalam sejarah Islam. Memang tak dapat diragukan lagi, memang itu perang yang sangat menentukan. Jika perang itu tidak dimenangkan oleh Muslimin, pasti akan merupakan ancaman kembalinya orang-orang Arab ke dalam kehidupan jahiliah yang pertama. Tetapi Allah Subhanahu wa ta ‘ala menghendaki agama-Nya mengalahkan semua agama, dan Abu Bakr menjadi bukti yang dapat diuji apa yang sudah dikehendaki dan ditentukan itu. Oleh karena itu, orang tidak mengenal dan tidak akan pernah mengenal sejarah Islam dan berbagai perang Riddah seperti yang dihadapi oleh Abu Bakr, dan dapat diatasi dengan kekuatan imannya. Kemudian, itulah awal tersebarnya Islam di Timur dan di Barat.

Abu Bakar Pada Masa Nabi Muhammad saw

Leave a Reply