Home » Blog » Sajah Dan Malik Bin Nuwairah

Sajah Dan Malik Bin Nuwairah

Sajah Dan Malik Bin Nuwairah

Banu Tamim dan Perkampungannya

Letak perkampungan Banu Tamim berdekatan dengan Banu Amir ke arah selatan, berseberangan dengan Medinah dari arah timur yang membentang ke arah Teluk Persia, dan di bagian timur laut bersambung dengan muara sungai Furat (Euphrate). Pada zaman jahiliah dan pada masa Nabi, Banu Tamim ini menduduki tempat terhormat, karena keberanian dan kemurahan hatinya yang sudah menjadi ciri khasnya serta keunggulan kaum lelakinya sebagai pahlawan dan penyair. Sejarah sudah mencatat peristiwa-peristiwa penting yang diperankan oleh cabang-cabang kabilah ini, seperti Banu Hanzalah, Darim, Banu Malik dan Banu Yarbu’, yang selanjutnya dapat dibaca dalam buku-buku sastra dan biografi yang ditulis oleh para sejarawan terkemuka.

Keberatan Menunaikan Zakat Pada Masa Nabi

Hubungan para kabilah itu dengan muara Furat dan Teluk Persia menyebabkan saling berpindahnya penduduk Semenanjung dengan penduduk Irak, dan yang menyebabkan juga adanya hubungan mereka dengan Persia. Sebagai akibatnya, banyak di antara mereka yang kemudian menganut agama Nasrani meskipun sebagian besar masih tetap menyembah berhala. Setelah Islam tersebar di kalangan mereka, mereka tetap berpegang pada kebebasan mereka sendiri — hati belum senang menerimanya. Oleh karena itu mereka merupakan kabilah yang memelopori penolakan membayar zakat tatkala Rasulullah mengutus para pemungut zakat ke tempat itu. Banu Anbar dari cabang kabilah Tamim cepatcepat mengambil panah dan pedang ketika didatangi oleh pengumpul zakat ‘usyr.  Setelah Uyainah bin Hisn berangkat atas perintah Nabi. Di antara mereka itu ada yang dibunuh dan ditawan. Sebuah delegasi yang terdiri dari pemuka-pemuka mereka kemudian datang ke Medinah dan masuk ke dalam mesjid dengan memanggil-manggil Nabi dari luar biliknya. Mereka meminta para tawanan itu dikembalikan dan menyebutkan juga peristiwa mereka dengan Nabi di Hunain dulu serta kabilah mereka yang terpandang di kalangan orang-orang Arab. Tiba waktu salat Nabi keluar menemui mereka. Mereka mengatakan bahwa kedatangan mereka itu hendak berlomba dengan Nabi. Tetapi setelah ternyata bahwa ahli pidato Nabi lebih unggul ahli pidato mereka, penyairnya lebih unggul dari penyair mereka dan suaranya lebih nyaring dari suara mereka, mereka masuk Islam. Semua tawanan oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada kaumnya. Peristiwa ini membuat mereka sangat gembira.

Ketika Rasulullah wafat ada beberapa orang wakil Nabi di Banu Tamim, di antaranya Malik bin Nuwairah yang memimpin Banu Yarbu’. Para wakil itu berselisih pendapat mengenai apa yang harus diperbuat setelah mereka mendapat berita bahwa Nabi telah wafat: akan menunaikan zakat itu kepada Abu Bakr, ataukah akan membagi-bagikannya di antara sesama mereka. Persaingan mereka ini tampak jelas sekali dalam perselisihan itu. Bahkan persaingan ini mengakibatkan terjadinya saling bunuh di antara mereka. Yang sebagian mengakui kekuasaan Medinah, dan yang sebagian lagi menentang.

Malik bin Nuwairah termasuk orang yang membagikan zakat itu dan ia menganggap Abu Bakr tidak berhak memungutnya. Dengan begitu berarti ia sudah membuat permusuhan dengan Muslimin dan patut diperangi.

Kedatangan Sajah Kepada Tamim

Sementara mereka sedang berselisih tiba-tiba datang Sajah bint Haris dari barat laut Mesopotamia di Irak bersama-sama sekelompok orang Taglib dengan membawa pasukan tentara dari kabilah Rabi’ah, Nimr, Iyad dan Syaiban. Sajah ini dari kelompok Yarbu’ yang masih termasuk Banu Tamim. Orang-orang Taglib di Irak masih pernah paman dari pihak ibu. Ia kawin dengan kalangan mereka dan tinggal di tengah-tengah mereka pula, dan menganut agama Nasrani bersama beberapa orang di antara mereka. Seperti juga orang-orang Yahudi dan Nasrani, ia menaruh dendam kepada Muhammad dan kepada pengikutnya, sama halnya dengan pihak Persia dan Rumawi. Dia memang perempuan cerdas, menempatkan diri sebagai dukun dan tahu bagaimana memimpin kaum laki-laki. Setelah ia mendengar Muhammad sudah wafat, ia mendatangi golongannya dan kabilah-kabilah di sekitarnya dengan tujuan hendak rnengerahkan mereka menyerbu Medinah dan memerangi Abu Bakr.

Sebab Kedatangan Sajah Dari Utara Irak

Beberapa sejarawan berpendapat — adakalanya benar juga pendapat mereka — bahwa kedatangan Sajah dari Irak utara ke Semenanjurig Arab yang diikuti oleh orang-orangnya dan kabilah-kabilah sekitarnya, bukan karena kedukunannya atau karena ambisi pribadi, tetapi karena dorongan pihak Persia dan pejabat-pejabatnya di Irak, supaya pemberontakan di Semenanjung itu makin berkobar. Maksudnya untuk mengembalikan kekuasaan Persia di beberapa terapat yang sudah mulai menurun setelah Muhammad menempatkan Bazan sebagai wakilnya di Yaman, dan yang sebelum itu sebagai penguasa Kisra.

Adakalanya yang juga dibenarkan ialah sumber para sejarawan yang berpendapat bahwa Sajah adalah satu-satunya perempuan yang mendakwakan diri nabi, sedang biasanya, pada setiap zaman perempuanperempuan semacam itu digunakan sebagai mata-mata dan alat propaganda. Jadi kehadirannya di tanah Arab itu hanya untuk menyebarkan propaganda pembangkangan, kemudian kembali ke Irak dan tinggal menetap di sana.

Tidak heran bila Persia memperalatnya untuk menimbulkan pemberontakan di tanah Arab. Sebelum itu Persia memandang kawasan itu ringan, tak perlu diperangi dengan pasukan bersenjata, walaupun harus dikembalikan kepada keadaan semula yang terisolasi, sebelum kekuasaan Muhammad dan sebelum Islam berkembang di sana. Tak ada yang lebih tepat untuk mencapai tujuan itu selain harus mengikis habis agama baru ini, yang telah membuat penduduk tahu harga diri, kendati pihak Persia tidak menghargainya.

Sikap Banu Tamim Terhadap Islam Setelah Kedatangan Sajah

Sajah datang ke Semenanjung ini karena terpengaruh oleh keadaan itu. Wajar saja bila yang menjadi tujuannya yang utama kedatangannya ke daerah itu ialah kaumnya sendiri, yakni Banu Tamim. Kedatangannya ini sangat mengejutkan mereka, yang saat itu sedang berselisih antara sesama mereka: satu kelompok berpendapat zakat harus ditunaikan dan taat kepada Khalifah Rasulullah, yang sekelompok lagi berpendapat sebaliknya, dan ada pula kelompok-kelompok yang dalam kebingungan. Akibat perselisihan itu kemudian timbul perkelahian antara sesama mereka, kadang keras dan kadang lunak.

Suku Banu Tamim yang melihat kedatangan Sajah ini dan mengetahui maksudnya hendak memerangi Abu Bakr, permusuhan antara kaum murtad dengan Islam makin marak. Mereka yang masih bertahan dalam Islam merasa lebih menderita dari sebelumnya. Sekarang dia dengan pasukannya yang besar gegap gempita dibandingkan dengan kelompok-kelompok mereka yang saling berselisih. Mereka merasa dikejutkan dengan kedatangannya yang tiba-tiba sekali itu dan mengumumkan  kepada mereka kenabiannya dan mengajak mereka beriman kepadanya. Tentang perempuan ini, adakah mereka juga akan berkata seperti yang dikatakan Uyainah bin Hisn tentang Tulaihah?: “Seorang nabi perempuan dari Banu Yarbu’ lebih baik daripada nabi dari Kuraisy. Muhammad sudah mati, tetapi Sajah masih hidup,” yang dengan begitu mereka akan menjadi pengikut perempuan itu dan bersama-sama memerangi Abu Bakr dan kaum Muslimin, — ataukah biarkan saja dia sendiri memerangi Abu Bakr? Mungkin dia akan hancur dan kerusuhan dapat dibasmi, atau dia yang akan menang yang juga kemenangan mereka, sebab mereka masih termasuk keluarga dekatnya. Kemenangan dan kenabiannya itu akan menjadi kebanggaan mereka juga.

Sajah dan Malik Bin Nuwairah

Sajah sekarang memimpin pasukannya di perbatasan Banu Yarbu’. Pemimpin kabilah itu, Malik bin Nuwairah, dipanggilnya dan diajaknya berkompromi. Diberitahukannya juga maksudnya hendak menyerbu Medinah. Ajakan berkompromi itu oleh Malik disambut tetapi dimintanya agar ia membatalkan niatnya hendak menyerang Abu Bakr dan diajaknya ia memerangi mereka yang berselisih dengan pihaknya di daerah Banu Tamim itu. Sajah tampaknya senang dengan pendapatnya itu, dan katanya: “Ya, terserah pendapatmu dan orang-orang yang bersamamu. Tetapi aku perempuan Banu Yarbu’. Kalau dia seorang raja, maka dia raja kamu sekalian.”

Bagaimana Sajah cepat-cepat berbalik dari niatnya semula dan menyetujui pendapat Malik? Tak ada sumber yang dapat memberi penjelasan kepada kita mengenai rahasia perubahan itu. Tetapi sumbersumber yang ada menyebutkan bahwa Malik adalah orang terpandang, pahlawan dan penyair. Ia sangat membanggakan diri, seperti kaumnya, punya pengikut cukup besar, sedap budi bahasanya dan pandai bergaul. Mutammam bin Nuwairah, saudaranya, yang sebagai penyair kedudukannya lebih penting dari Malik, tetapi matanya buta sebelah dan bermuka buruk. Pernah ia ditawan oleh salah satu suku, dibelenggu dan dilemparkan ke halaman. Berita itu sampai kepada Malik. Dia datang dengan kendaraannya ke tempat itu menemui mereka. Setelah memberi salam, mengajak mereka bicara, tertawa-tawa dan membacakan sajaksajak, mereka senang sekali, begitu senangnya mereka sehingga Mutammam dibebaskan tanpa tebusan. Pada zaman jahiliah Mutammam juga pernah ditawan oleh Banu Taglib. Kemudian datang Malik hendak menebusnya. Setelah melihat Malik, wajahnya yang tampan menarik perhatian mereka. Setelah diajak bicara, tutur katanya juga menarik. Tawanan pun itn akhirnya dibebaskan tanpa mau menerima tebusan.

Adakah Sajah juga merasa puas dengan rupa dan kata-kata Malik, seperti yang dilakukan oleh paman-pamannya dari Banu Taglib dan pendukung-pendukungnya yang lain? Kita sebutkan semua ini untuk mengartikan jauhnya jarak antara Sajah dengan Musailimah. Benar tidaknya cerita-cerita itu, yang jelas Sajah telah mengundang pemuka-pemuka Banu Tamim. Tetapi, kecuali Waki’, dari pihak mereka tak ada yang mau berkompromi dengan Malik. Oleh karena itu Sajah dengan pasukannya dan pasukan Malik dan Waki’ menyerang satuan-satuan mereka dan mereka segera terlibat dalam pertempuran yang mengakibatkan banyak jatuh korban dari kedua belah pihak, dan yang sebagian saling menahan tawanan perang. Kemudian mereka damai kembali dan dilanjutkati dengan saling menukar tawanan. Perdamaian pun kembali pada Banu Tamim.

Hancurnya Sajah di Nibaj

Dengan memimpin pasukan Mesopotamia itu niat Sajah bangkit lagi hendak menghadapi Abu Bakr. Tetapi Malik dan Waki’ sudah berdamai dengan kaumnya setelah melihat kebencian mereka yang telah menjadi pengikut nabi palsu itu. Sajah sudah sampai di Nibaj. Di sini ia berhadapan dengan Aus bin Khuzaimah dan Sajah dapat dikalahkan. Kemudian mereka saling bertukar tawanan dan diajaknya berdamai dengan syarat tak boleh ke Medinah menyeberangi daerah Aus. Pada waktu itu pemimpin-pemimpin Semenanjung itu berkumpul dan mereka berkata:

“Apa perintahmu kepada kami. Malik dan Waki’ sudah berkompromi dengan kaumnya dan mereka tidak akan membela dan membiarkan kita melalui daerah mereka. Mereka sudah mengadakan perjanjian dengan kami.”

Tetapi Sajah menjawab: “Yamamah.”

Mereka mengingatkan, bahwa pengaruh pihak Yamamah sangat kuat dan bahwa pengikut Musailimah besar. Di sini ada cerita beredar yang menyebutkan bahwa dalam hal ini Sajah berkata: “Tugas kamu berangkat ke Yamamah, Berjalanlah beriring seperti merpati, Itulah perang yang sengit, Setelah itu kamu tak akan menyesal.”

Tak ada jalan lain setelah dibacakan sajak mantra yang mereka kira wahyu itu, selain harus tunduk.

Berangkat ke Yamamah

Kenapa ia berbalik akan pergi ke Yamamah setelah kaumnya sendiri, Banu Tamim, mengkhianatinya dan mengkhianati perjalanannya hendak menyerbu Abu Bakr? Tak adakah orang-orang di sekitarnya yang mau memberikan pendapat kepadanya? Ataukah mereka memang sudah percaya pada kenabiannya dan segala kekonyolan yang dikatakannya wahyu itu dan mereka tidak lagi ragu mengikutinya?

Sebenarnya segala cerita tentang Sajah ini memang aneh semua. Segala yang diceritakan orang mengenai dirinya lebih menyerupai ceritacerita rekaan. Disebutkan bahwa setelah ia dan pasukannya sampai di Yamamah, Musailimah takut dan khawatir, bahwa bila ia sibuk menghadapinya, ia akan dikalahkan oleh pasukan Muslimin atau oleh kabilah-kabilah berdekatan. Karenanya ia memberikan hadiah kepada Sajah yang dikirimkan sebagai tanda meminta keamanan untuk dirinya sampai ia datang menemui perempuan itu. Sajah dan pasukannya berhenti di sebuah mata air dan Musailimah diizinkan datang. Setelah datang dengan empat puluh orang dari Banu Hanifah, ia berbicara berdua dengan Sajah dan ia mengatakan kepada Sajah, bahwa tadinya ia berpendapat bumi ini separuh untuk Kuraisy, tetapi orang-orang Kuraisy itu kejam. Oleh karena itu, biarlah separuh bumi ini untuk Sajah.

Perkawinan Musailimah dengan Sajah

Musailimah membacakan sebuah sajak yang sangat menyenangkan hati perempuan itu. Dia pun membalasnya dengan sajak serupa. Setelah itu mereka berdua berbincang-bincang lama sekali. Ternyata Sajah sangat mengagumi Musailimah dan mengagumi tutur katanya yang serba manis. Rencananya mengenai kaumnya juga menarik perhatiannya, dan dengan begitu akhirnya ia mengakui keunggulannya. Setelah Musailimah menawarkan agar kenabiannya digabung saja dengan kenabian Sajah dan mengadakan ikatan perkawinan antara keduanya, hatinya goyah juga dan lamaran itu pun diterima. Sekarang Sajah pindah ke kemah Musailimah dan tinggal bersama selama tiga hari. Setelah kembali kepada masyarakatnya sendiri, Sajah mengatakan bahwa ia melihat Musailimah benar, dan karenanya ia menikah dengan laki-laki itu.

Dua Sembahyang Dicabut Untuk Kaumnya Sebagai Maskawin

Tetapi setelah kaumnya tahu perkawinan itu tanpa maskawin, mereka ‘berkata kepada Sajah: “Kembalilah kepadanya. Tidak baik orang seperti kau kawin tanpa maskawin.” Setelah Sajah kembali, Musailimah menutup pintu bentengnya dan hanya mengutus orang menanyakan apa maksudnya. Kemudian ia mencabut dua macam sembahyang demi menghormati Sajah, sembahyang malam dan sembahyang subuh. Dengan demikian persoalan mereka berdua selesai dengan ketentuan separuh penghasilan Yamamah akan dibawa oleh Sajah dan yang separuh lagi akan dikirim sesuai dengan isi persetujuan. Sajah membawa penghasilan itu kemudian ia kembali ke Mesopotamia. Beberapa orang ditinggalkan di tempat itu untuk membawa yang separuh lagi. Tetapi orang-orang itu hanya sekadar menunggu kedatangan pasukan Muslimin yang kemudian menyerang Musailimah dan membunuhnya. Selama itu Sajah tetap di Taglib hingga kemudian dipindahkan oleh Muawiyah ke Banu Tamim tatkala terjadi musim paceklik dan dia tinggal di sana sebagai seorang Muslimah yang baik hingga matinya.

Tentang Sajah yang Aneh

Demikianlah cerita tentang Sajah bint Haris. Seperti saya sebutkan di atas, yang memang aneh sekali ceritanya. Adakah yang lebih aneh daripada petualangannya yang keluar dari Mesopotamia untuk memerangi Abu Bakr, kemudian begitu cepat membatalkan niatnya setelah berbicara dengan Malik bin Nuwairah. Setelah itu berbalik pergi ke Yamamah hendak menemui Musailimah lalu kawin dengan laki-laki itu dan kembali lagi ke daerahnya, dan selanjutnya tinggal dengan sesama kaumnya seolah ia tak pernah keluar dari lingkungannya itu dan tak pernah kawin dengan orang luar!

Tetapi apa yang terjadi dengan Musailimah lebih aneh lagi. Kalaupun benar ia telah kawin dengan perempuan itu, tentu itu merupakan suatu bukti kemahirannya dalam politik serta kepandaiannya merajuk hati orang. Ia sudah ingin melepaskan diri dari Sajah gurta melapangkan jalan dalam memerangi kabilah-kabilah di sekitarnya dan Muslimin yang diutus oleh Abu Bakr untuk memeranginya. Dilihatnya perempuan itu begitu lemah dan sifat betinanya cukup menggoda hatinya. Setelah perempuan itu menyerah dan mengikutinya, ditinggalkannya begitu saja.

Sebenarnya pembicaraan perempuan ini dengan Malik bin Nuwairah kemudian dengan rekannya yang mengaku nabi itu, membuktikan bahwa di samping ia pandai membaca sajak-sajak mantra dalam kapasitasnya sebagai dukun, juga sebagai perempuan ia sangat lemah lembut. Kebalikannya Musailimah, seorang laki-laki bersosok kecil, kerdil, tampangnya tidak menarik selain tutur katanya yang manis, tidak banyak tertarik pada perempuan atau pada kecantikannya. Oleh karena itu, salah satu ketentuan yang diterapkan pada kaumnya ialah barang siapa mempunyai anak laki-laki tak boleh ia mendekati istrinya kecuali jika anak itu mati. Kalau anaknya meninggal, ia boleh mencampuri istrinya untuk memperoleh anak lagi. Maka barang siapa sudah mempunyai anak laki-laki, semua perempuan diharamkan buat dia!

Malik Setelah Hancurnya Tulaihah

Sementara peristiwa Musailimah dan Sajah ini terjadi di Yamamah, Khalid bin Walid naik ke Buzakhah dan mengadakan serangan. Mereka yang sadar dan bertobat dikembalikan kepada Islam, dan yang membunuh orang Islam atau memusuhinya dijatuhi hukuman, dan berakhir dengan perang menghadapi Umm Ziml hingga dapat diporakporandakan, seperti halnya dengan pasukan Tulaihah yang akhirnya melarikan diri. Berita tentang Khalid ini sudah tersebar luas, yang kemudian sampai juga kepada Malik bin Nuwairah di Butah, yang membuatnya gelisah dan kebingungan. Dia termasuk yang menolak zakat dan bersama-sama dengan Sajah menentang Muslimin yang tinggal di kalangan Banu Tamim. Dengan tindakan itu berarti mereka telah melakukan permusuhan terhadap Muslimin, dan dengan demikian boleh diserang. Sekarang apa yang harus mereka lakukan setelah pasukannya dan pasukan Sajah mengalami kegagalan dan kehancuran? Tetapi Waki’, temannya, yang sudah kembali kepada Islam dan mengeluarkan zakat, melihat Malik telah salah bertindak. Sebaliknya Malik masih dalam kebingungan: meninggalkan apa yang sudah dilakukannya itu dan kembali kepada Islam bersama-sama dengan Abu Bakr seperti ketika dengan Muhammad serta menunaikan kewajiban salat dan zakat, ataukah akan tetap bertahan dengan Sajah seperti sekarang. Segala persoalan memang di tangan Allah!

Khalid Memutuskan Akan Ke Butah Dan Sikap Ansar

Tugas Khalid selesai sudah menghadapi Banu Asad dan Gatafan serta kabilah-kabilah sekutunya yang masih tersisa setelah mereka semua kembali kepada Islam dan tunduk kepada pemerintahan Medinah. Sekarang dia memutuskan akan berangkat ke Butah menghadapi Malik bin Nuwairah dan kawan-kawannya yang masih ragu. Niatnya ini diketahui oleh Ansar. Dengan agak maju mundur mereka berkata:

“Bukan ini yang ditugaskan Khalifah kepada kami. Kami mendapat tugas; bila sudah selesai urusan di Buzakhah dan sudah kita bebaskan negeri itu, kami diminta tinggal sampai ada surat buat kami.” .

Khalid menjawab: “Kalau itu yang ditugaskan kepada kalian, aku mendapat tugas supaya meneruskan perjalanan. Di sini aku yang menjadi komandan dan keputusan ada di tanganku. Sekalipun aku menerima surat atau perintah tetapi aku melihat ada kesempatan. Kalau kuberitahukan kesempatan itu akan hilang; maka aku tidak akan memberitahukan sebelum aku dapat menggunakan kesempatan itu…” Lalu ia pergi bersama pasukannya, kecuali orang-orang Ansar, dan dia menuju Butah.

Malik bin Nuwairah Menasihati Kaumnya Agar Kembali Kepada Islam

Kalangan Ansar sudah merasa jemu juga dengan keadaan semacam itu. Mereka bermusyawarah, dan kemudian mengambil keputusan hendak menyusulnya. Oleh karena itu mereka berkata: Kalau Khalid beruntung, kamu tak akan ikut mengalaminya; kalau dia dan pasukannya mendapat malapetaka kalian akan dijauhi orang. Kemudian mereka mengutus orang kepada Khalid memintanya menunggu sampai mereka dapat menyusul dan pergi bersama-sama. Setelah mereka di Butah tak seorang pun dijumpainya. Malik bin Nuwairah telah melepaskan kaumnya ke rumah masing-masing dan melarang mereka berkumpul.

“Hai Banu Yarbu’,” katanya kepada mereka, “Dulu kita telah menentang pemimpin-pemimpin sendiri kita tatkala mereka mengajak kita; dan kita berusaha merintangi orang jangan mengikuti mereka, tetapi ternyata tak berhasil. Setelah kupertimbangkan, aku berpendapat sebaiknya kita bersiap-siap tanpa terlalu banyak urusan. Hal ini sudah ada yang mengurus. Janganlah kalian mencari-cari permusuhan dengan golongan yang sudah diperlakukan dengan baik.” Dinasihatinya mereka agar kembali kepada Islam dan tinggal di rumah masing-masing, dan dia sendiri pun pulang ke rumahnya.

Karena di Butah Khalid tidak menemukan orang, pasukan itu terpencar dan diperintahkannya supaya membawa orang yang tidak mau memenuhi seruan Islam, dan kalau menolak supaya dibunuh. Sedang pesan Abu Bakr, bila pasukan Muslimin memasuki suatu pemukiman supaya menyerukan azan. Kalau mereka menyambut seruan itu, janganlah mereka diganggu, dan kalau tidak bunuhlah sebagian dan rampaslah. Jika kemudian mereka menerima ajakan Islam, tanyakanlah tentang zakat, kalau mereka setuju terimalah dari mereka, kalau menolak perangilah mereka.

Pasukan Khalid Membawa Malik

Pasukan itu membawa Malik bin Nuwairah dan beberapa orang lagi dari Banu Yarbu’ kepada Khalid. Dan yang seharusnya terjadi setelah itu ialah jika Malik dan kawan-kawannya menerima Islam, Khalid harus memperlakukan mereka sebagai orang yang sudah tobat. Tetapi yang terjadi Khalid memerintahkan siroaya Malik dibunuh. Dan pembunuhan inilah yang telah menimbulkan gejolak berkepanjangan di Medinah, sebelum dapat diredakan. Dampak inilah yang berpengaruh dalam kebijaksanaan Umar bin Khattab terhadap Khalid bin Walid setelah kemudian ia memangku jabatan Khalifah. Itu pula sebabnya, cerita-cerita sekitar kematian Malik bin Nuwairah itu jadi berpanjang-panjang dan berlain-lainan.

Terbunuhnya Malik Dan Cerita-Cerita Di Sekitar Ini

Konon pimpinan militer yang membawa Malik dan teman-temannya itu berselisih pendapat: adakah Malik dan golongannya itu mengakui Islam dan menyambut seruan azan, atau mereka ingkar dan pura-pura tak peduli? Dengan mengacu kepada Abu Qatadah al-Ansari yang menjadi salah seorang pimpinan pasukan itu at-Tabari menyebutkan bahwa ia menceritakan bahwa setelah mendatangi mereka malam hari mereka terkejut dan senjata pun mereka ambil. Kami berkata: kami Muslimin. Mereka menjawab: Kami juga Muslimin. Lalu kami berkata: mengapa kamu bersenjata? Mereka berkata kepada kami: mengapa kamu juga bersenjata? Kami berkata: kalau begitu letakkanlah senjata. Mereka pun meletakkan senjata. Lalu kami salat, dan mereka pun salat.

Sampai di sini sumber-sumber itu masih senada. Dan dari sini pula mulai timbul perbedaan. Abu Qatadah berkata: mereka menyetujui zakat dan segala ketentuannya. Yang lain berkata: Mereka tidak mengakui dan berkeras menolaknya. Apa yang dilakukan Khalid menghadapi perbedaan antara saksi-saksi mata itu, dan bagaimana ia mengambil keputusan?

Terbunuhnya Malik Dan Kaumnya Karena Salah Paham

Ada sumber yang menyebutkan bahwa ia memerintahkan supaya Malik dan kawan-kawannya itu dipenjarakan sementara perkara mereka akan diperiksa. Mereka dipenjarakan waktu udara malam dingin sekali, makin larut malam udara makin dingin. Merasa kasihan melihat mereka Khalid memerintahkan seraya berseru: “Berikanlah pendiangan1 kepada tawanan-tawanan itu!” Dalam bahasa suku Kinanah kata-kata itu berarti pembunuhan, sementara pengawal-pengawal itu dari suku Kinanah tersebut. Mendengar perintah itu mereka mengira bahwa yang dimaksudkan Khalid supaya mereka dibunuh, lalu mereka dibunuh. Mendengar ada ribut-ribut Khalid keluar. Tetapi mereka sudah dihabisi. Maka ia berkata: “Jika Allah menghendaki sesuatu maka akan terjadi juga.”

Dialog Malik dengan Khalid

Sumber kedua menyebutkan bahwa Khalid mengundang Malik berdiskusi untuk mengetahui kedua kesaksian itu, mana yang benar: kesaksian tentang keislamannya, atau tentang kegigihannya mau jadi murtad atau menolak membayar zakat. Sementara mereka berdiskusi itu Malik mengoreksi Khalid dengan berkata: “Harapan yang diberikan teman kamu itu karena ia berkata begini dan begini.” Khalid menjawab: “Bukankah dia termasuk temanmu?” Kemudian diperintahkan supaya dia dan teman-temannya dibunuh.

Mengomentari percakapan antara Khalid dengan Malik itu AbulFaraj dalam al-Agani mengatakan sebagai berikut: “Ibn Sallam berkata: Orang yang tidak menerima alasan Khalid mengatakan bahwa Malik berkata kepada Khalid: “Atau dengan itu engkau diperintah oleh temanmu itu — yakni Rasulullah Sallalldhu ‘alaihi wasallam — ia menginginkan kepahlawanan.” Dan orang yang menerima alasan Khalid mengatakan bahwa ia ingin menghilangkan soal kenabian dengan alasan kata-kata dalam puisi Malik sendiri:

Aku berkata ambillah harta kamu tanpa merasa takut

Tanpa melihat apa yang akan terjadi besok

Jika ada orang yang menakut-nakuti

Kita tolak dan kita katakan: agama adalah agama Muhammad.

Yakni bahwa dia menolak membayar zakat dan berkata kepada kaumnya, ambil sajalah harta kamu; agama itu agama Muhammad, bukan agama Abu Bakr. Tetapi Ibn Khali ikan menyebutkan tentang percakapan kedua orang itu sebagai berikut: “Maka Malik berkata, ‘Aku dapat menerima salat, tapi zakat tidak,’ yang dijawab oleh Khalid, ‘Engkau tidak tahu bahwa salat dan zakat satu sama lain tak dapat dipisahkan?!’

‘Sahabatmu itu memang mengatakan begitu,’ jawab Malik.

‘Jadi engkau tidak melihatnya sebagai sahabatmu juga!’ Demi Allah! Aku memang sudah berniat memenggal lehermu. Kemudian setelah mereka lama berdebat, Khalid berkata:

‘Akulah yang akan membunuhmu.’

‘Memang begitu perintah sahabatmu itu?’

‘Sungguh aku akan membunuhmu.’ Lalu dikeluarkan perintah dan dia pun dibunuh.”

Sebagian ada yang lebih memperkuat suraber ini dari yang pertama. Tetapi mereka yang memperkuat itu melihat ada kelemahan dalam sumber itu. Mereka berpendapat bahwa jika tidak lengkap akan bertentangan dengan sikap Khalid dalam menghadapi Qurrah bin Hubairah, Fuja’ah as-Sulami dan Abu Syajrah dan sebangsanya yang sudah kita ceritakan di atas. Mereka dikirimkan kepada Abu Bakr untuk meminta pendapatnya. Kesalahan Malik bin Nuwairah tidak lebih besar dari kesalahan mereka; mengapa ia dibunuh dan tidak dikirimkan kepada Khalifah, padahal kedudukannya di kalangan Banu Tamim lebih penting daripada kedudukan siapa pun dari mereka!

Mempertalikan Pembunuhan Malik Dengan Khalid Yang Mengawini Istrinya

Puncak cerita itu menurut pendapat mereka bahwa Khalid telah mengawini Umm Tamim, istri Malik pada hari pembunuhannya itu dan bumi pun belum kering dari darahnya. Ini samasekali bertentangan dengan tradisi Arab. Mereka hendak mempertalikan pembunuhan Malik itu dengan perkawinan Khalid dengan istrinya, dan menjadikan perkawinan itu sebagai motif pembunuhannya. Mungkin mereka benar, tapi mungkin juga salah.

Dalam kitab Tdrikh-nya Ya’qubi menyebutkan: Malik bin Nuwairah menemuinya dan berdiskusi, disertai istrinya. Khalid kagum melihat istrinya itu, lalu katanya: “Aku tak akan memperoleh apa yang ada padamu itu sebelum kubunuh engkau. Ia melihat kepada Malik lalu membunuhnya dan mengawini istrinya.” Dalam al-Agdni Abul-Faraj menyebutkan: “Setelah Sajah mendakwakan diri nabi, Malik menjadi pengikutnya, kemudian ia memperlihatkan diri bahwa dia Muslim. Maka oleh Khalid ia dibunuh. Ada sekelompok sahabat yang mengecam tindakannya itu, sebab setelah itu ia mengawini istri Malik. Memang ada juga yang mengatakan bahwa ia sudah mencintainya sejak zaman jahiliah. Karenanya ia dituduh membunuh seorang Muslim supaya kemudian dapat mengawini istrinya.” Abul-Faraj juga menceritakan dengan mengatakan “Muhammad bin Sallam berkata: “Suatu hari Yunus mengatakan kepadaku sementara aku menggoda perempuan Tamim itu untuk Khalid tetapi aku memaafkannya. Lalu katanya kepadaku: Abu Abdullah, engkau belum mendengar tentang betis Umm Tamim! Kata orang belum pernah ada orang yang melihat betis seindah itu.”

Sikap Laila tentang Dialog Malik dengan Khalid

Atas peristiwa ini kemudian terjalin cerita-cerita dengan lukisan yang lebih menyerupai cerita rekaan karya sastra daripada kejadian sejarah yang sebenarnya. Laila mendampingi suarainya yang ketika itu sedang berdialog dengan Khalid. Setelah didengarnya Khalid berkata kepada suaminya ‘Akulah yang akan membunuhmu’, ia bersimpuh di kaki penakluk itu mengharapkan ampun, dengan rambut yang sudah terurai ke bahunya dan air mata bersimbah membasahi kelopak matanya, sehingga sepasang mata itu tampak makin jelita. Khalid menatap wajahnya yang cantik itu, sementara perempiian itu mengerling kepadanya memohonkan belas kasihan, dengan pandangan penuh cinta dan rasa kagum. Malik berteriak: ‘Aku pasti dibunuh!’ Khalid menjawab, ‘Bukan karena ini, tetapi hukuman ini berlaku karena kekufuranmu.’ Lalu diperintahkannya agar orang itu dibunuh.

Bukan maksud kita hanya sampai pada cerita rekaan sastra dengan segala pemeriannya itu saja, tetapi yang pasti Laila memang mengagumi Khalid, dan karenanya sesudah itu Khalid menahannya dan tidak melepaskannya kendati perkawinan itu akan menimbulkan kesulitan buat dia sendiri.

Kemarahan Abu Qatadah al-Ansari

Barangkali kita sudah dapat memperkirakan betapa besarnya kesulitan itu bila kita mengetahui bahwa Abu Qatadah al-Ansari sampai begitu marah karena perbuatan Khalid yang membunuh Malik dan mengawini istrinya itu. Khalid ditinggalkannya dan ia pergi ke Medinah, dengan bersumpah tidak sekali-kali lagi mau berada di bawah satuan Khalid. Kita tahu apa yang sudah disebutkan dalam sumber itu, bahwa pasukan Khalid yang telah memenjarakan Malik dan teman-temannya itu mereka itulah yang menghabiskan riwayatnya tatkala mendengar perintah Khalid, “Berikanlah pendiangan kepada tawanan-tawanan itu” dan bahwa Khalid marah sekali karenanya, yang kemudian berkata: “Jika Allah menghendaki sesuatu maka akan terjadi juga.” Sumbersumber itu menambahkan bahwa Abu Qatadah menduga, apa yang terjadi itu hanya muslihat Khalid saja, dan menemuinya seraya berkata: “Inilah perbuatanmu,” tetapi Khalid membentaknya dan ia pun pergi ke Medinah.

Percakapan Abu Qatadah dengan Abu Bakr

Yang lain menyebutkan bahwa Abu Qatadah pergi ke Medinah setelah Khalid mengawini Laila, dan bahwa Mutammam bin Nuwairah, saudara Malik juga pergi bersama-sama. Sesampainya di Medinah, masih dalam keadaan marah Abu Qatadah menemui Abu Bakr. Dilaporkannya soal Khalid yang membunuh Malik serta perkawinannya dengan Laila itu, dan ditambahkannya bahwa ia sudah bersumpah tak akan mau lagi berada di bawah komando Khalid. Tetapi Abu Bakr sangat memuji Khalid dan kemenangan-kemenangannya itu. la tidak senang dengan sikap Abu Qatadah, bahkan ia merasa heran mengapa berkata demikian tentang Saiful Islam — Pedang Islam.

Umar bin Khatab Mendukung Abu Qatadah Di Depan Khalifah

Adakah kemarahan Khalifah itu membuat hati Abu Qatadah jadi kecut lalu diam? Tidak! Ia memang marah besar kepada Khalid. Ia menemui Umar bin Khattab dan melaporkan segala peristiwa itu; dilukiskannya Khalid sebagai orang yang telah mengalahkan kewajibannya dengan nafsunya. Karena memperturutkan keinginannya ia menggampangkan hukum Allah. Umar mendukung pendapatnya itu dan ia juga mengecam Khalid.

Umar pergi menemui Abu Bakr. Ia marah sekali karena perbuatan Khalid itu, dan dimintanya supaya Khalid dipecat.

“Pedang Khalid itu sangat tergesa-gesa,’ dan harus ada sanksinya,” katanya. Abu Bakr tak pernah menjatuhkan sanksi pejabat-pejabatnya. Itu sebabnya, ketika Umar mendesak berulang kali ia berkata: “Ah, Umar! Dia sudah membuat pertimbangan tapi salah. Janganlah berkata yang bukan-bukan tentang Khalid.” Umar tidak puas dengan jawaban itu dan tidak pula henti-hentinya berusaha supaya usulnya itu dilaksanakan.

“Umar!” kata Abu Bakr yang mulai merasa kesal karena desakan Umar itu, “aku tak akan menyarungkan pedang yang oleh Allah sudah dihunuskan kepada orang-orang kafir!”

Kemarahan Umar atas Perbuatan Khalid

Tetapi Umar melihat perbuatan Khalid itu tak dapat diterima. Perasaan dan hati kecilnya menolak. Bagaimana ia akan diam, bagaimana akan membiarkan Khalid tenang-tenang begitu saja, merasa tak pernah berbuat kesalahan, tak pernah berdosa! Ia harus mengulangi lagi katakatanya kepada Abu Bakr dan mengatakannya terus terang, bahwa musuh Allah ialah orang yang melanggar hak seorang Muslim lalu membunuhnya dan mengawini istrinya. Samasekali tidak jujur perbuatan demikian itu jika tidak dijatuhi hukuman. Menghadapi kemarahan Umar itu tak ada jalan lain buat Abu Bakr harus memanggil Khalid dan menanyakan segala yang diperbuatnya itu.

Tatkala kemudian Khalid datang dari medan perang ke Medinah, dan masuk ke mesjid dengan perlengkapan perang, mengenakan pakaian luar berbercak karat besi, di ikat kepalanya diselipkan beberapa anak panah. Begitu dilihatnya melangkah ke dalam mesjid, Umar berdiri, direnggutnya anak panah itu dari kepalanya dan diremukkannya seraya berkata:

“Engkau membunuh seorang Muslim kemudian mengawini istrinya heh! Sungguh akan kurajam engkau dengan batu!”

Khalid diam, tidak melawan dan tidak berkata sepatah kata pun.

Menurut dugaannya, Abu Bakr pun akan sependapat dengan Umar. la terus menemui Abu Bakr dan dilaporkannya keadaan Malik dan pembelaannya terhadap Sajah serta sikapnya yang maju mundur setelah itu. Pelbagai alasan dikemukakannya mengenai pembunuhan itu. Abu Bakr memaafkannya dan dapat memahami atas segala kejadian yang masih dalam suasana perang itu. Tetapi ia mendapat teguran keras karena perkawinannya dengan seorang perempuan sementara darah suaminya belum lagi kering. Dalam perang orang Arab sangat menjauhi perempuan, dan berhubungan dengan mereka selama itu dipandang sangat tercela.

Khalid keluar dari tempat Khalifah dengan tetap sebagai seorang pemimpin pasukan. Ia bersiap-siap akan kembali kepada mereka dan akan memimpin mereka ke Yamamah. Ketika melewati Umar — yang masih ada di mesjid — Khalid berpaling kepadanya seraya berkata:

“Marilah, anak Umm Salamah!”

Ia mengeluarkan kata-kata itu dengan pandangan mata mengejek, dan nada suaranya menyiratkan kemenangan seolah ia hendak berkata: simpanlah batu-batumu itu, dan rajamkanlah kepada orang lain. Umar yakin sudah bahwa Abu Bakr telah memaafkannya dan rupanya ia diterima dengan baik. Sekarang giliran Umar yang diam. Hari itu persoalan antara kedua orang itu selesai sudah dengan sekadar tukarmenukar kata-kata.

Sikap Umar terhadap Khalid setelah menjadi Khalifah

Pendirian Umar tidak berubah apa pun yang telah dilakukan Khalid. Setelah Abu Bakr wafat, dan Umar kemudian dibaiat sebagai penggantinya, yang pertama sekali dilakukan ialah mengutus orang ke Syam mengabarkan kematian Abu Bakr, dan bersamaan dengan utusan yang membawa berita itu dibawanya pula sepucuk surat keputusan memecat Khalid dari pimpinan militer. Ketika kembali ke Medinah Khalid langsung menegurnya atas pemecatannya itu.

“Aku memecat engkau bukan karena menyangsikan engkau,” jawab Umar. “Tetapi orang banyak akan terpengaruh kepadamu, maka aku khawatir engkau pun akan terpengaruh oleh mereka.” Alasan itu masuk akal juga. Tetapi ahli-ahli sejarah umumnya sependapat bahwa Umar masih terpengaruh oleh pendiriannya yang dulu juga, tentang Khalid yang membunuh Malik bin Nuwairah serta mengawini istrinya itu. Dan pendirian ini berdampak juga pada pemecatan Khalid.

Mutammam Setelah Pembunuhan Saudaranya

Usaha Mutammam bin Nuwairah tidak pula kurang dari usaha Abu Qatadah sejak ia tiba di Medinah. la menuntut diat (uang tebusan) atas kematian Malik itu kepada Abu Bakr, yang kemudian dipenuhinya. Selanjutnya ia membicarakan masalah tawanan perarig. Abu Bakr menulis surat supaya tawanan itu dikembalikan.

Di Medinah Mutammam masih tinggal agak lama, sampai sesudah ekspedisi Yamamah. Umar menaruh simpati kepadanya karena pendiriannya mengenai Khalid yang begitu gigih. Dalam pada itu Mutammam banyak membuat elegi — sajak-sajak meratapi kematian saudaranya itu — yang dinilai termasuk karya sastra Arab bermutu. Mengenai hubungan Mutammam dengan Umar disebutkan, bahwa ketika pada suatu pagi Umar bin Khattab usai salat subuh, ia melihat ada seorang laki-laki pendek dan bermata sebelah sedang bertelekan pada sebuah busur dengan memegang sebatang gada (tongkat besar). Setelah ditanya barulah tahu dia bahwa orang itu Mutammam bin Nuwairah. Dimintanya ia membacakan sajaknya tentang saudaranya itu. Mutammam membacakan salah satu puisinya sampai pada kata-kata:

Kami seperti menyesali Jazimah selama bertahun-tahun,

Sehingga dikatakan tak akan pernah bercerai; Setelah kami berpisah, aku dan Malik,

Karena lama berkumpul, seolah tak pernah bermalam bersama.

“Sungguh ini suatu kenangan mengharukan,” kata Umar. “Kalau aku pandai bersajak aku akan meratapi saudaraku Zaid seperti simpatimu untuk saudaramu ini.”

“Tetapi kalau saudaraku mati seperti kematian saudaramu, aku tak akan meratapinya,” kata Mutammam. Zaid gugur di Yamamah sebagai syahid di bawah pimpinan Khalid bin Walid.

Mendengar jawaban Mutammam itu Umar berkata lagi:

“Tak pernah ada orang menghibur hatiku seperti yang dilakukan oleh Mutammam ini.”

Perbedaan Pendapat Abu Bakr Dengan Umar

Kita sudah melihat perbedaan pendapat antara Abu Bakr dengan Umar mengenai apa yang terjadi sekitar Malik bin Nuwairah itu. Sudah tentu kedua tokoh ini menghendaki yang terbaik untuk Islam dan kaum Muslimin. Adakah perselisihan mereka itu disebabkan oleh perbedaan dalam menilai apa yang sudah dilakukan Khalid, atau karena perbedaan kebijakan yang harus berlaku dalam situasi yang begitu genting dalam sejarah kaum Muslimin serta situasi pembangkangan (riddah) dan adanya pemberontakan di kawasan Semenanjung Arab itu?!

Pendapat Umar dan Alasannya

Mengenai perbedaan ini, menurut hemat saya adalah perbedaan kebijakan yang mesti terjadi dalam situasi semacam ini. Perbedaan itu sesuai dengan watak mereka masing-masing. Umar, adalah contoh keadilan yang sangat ketat. la melihat Khalid telah berlaku tak adil terhadap seorang Muslim lalu mengawini istrinya sebelum habis masa idahnya. Tak boleh ia tetap memimpin angkatan bersenjata, agar yang serupa itu tak terulang lagi. Yang demikian ini akan merusak keadaan umat Islam, dan akan meninggalkan citra yang buruk sekali di mata orang-orang Arab. Atas perbuatannya terhadap Laila tak boleh dibiarkan tanpa mendapat hukuman. Andaikata benar bahwa ia sudah membuat pertimbangan mengenai Malik itu tapi salah — dan ini tak dapat diterima oleh Umar — maka apa yang telah diperbuatnya terhadap istrinya sudah cukup untuk menjatuhkan hukuman kepadanya. Bukan alasan bahwa karena dia Saifullah, bahwa karena dia panglima yang telah memberikan kemenangan gemilang. Sekiranya alasan semacam ini dibenarkan tentu Khalid dan yang semacamnya akan dibolehkan melakukan segala pelanggaran, dan niscaya ini pulalah contoh yang buruk sekali diberikan kaum Muslimin dalam menghormati Qur’an. Itulah sebabnya Umar tak henti-hentinya mengingatkan Abu Bakr dan terus mendesak supaya Khalid dipanggil dan diberi teguran keras atas perbuatannya itu.

Pendapat Abu Bakr dan Alasannya

Menurut pendapat Abu Bakr, dalam situasi demikian lebih berbahaya untuk membuat perhitungan serupa ini. Terbunuhnya satu orang atau sekelompok orang bukanlah soal salah atau tidak salah. Bahaya itu akan mengancam seluruh negara, pemberontakan akan berkecamuk di sana sini. Dan panglima ini, yang dituduh bersalah, akan memicu bahaya dan bencana besar yang selama itu sangat dikhawatirkan. Perkawinannya dengan perempuan di luar kebiasaan orang Arab, bahkan sebelum habis idahnya, jika itu terjadi pada seorang panglima dalam suasana perang, sesuai dengan hukum perang perempuan itu akan menjadi miliknya! Menerapkan hukum secara kaku tidak berlaku terhadap orang-orang jenius dan orang-orang besar semacam Khalid, terutama bilamana hal itu membahayakan atau mengancam kedaulatan negara. Kaum Muslimin memang memerlukan pedang Khalid, dan yang lebih mereka perlukan lagi ialah ketika Abu Bakr memanggilnya dan memberikan teguran keras kepadanya.

Ketika itu Musailimah di Yamamah, tak jauh dari Butah, dengan empat puluh ribu pengikutnya dari Banu Hanifah yang sedang keraskerasnya memberontak kepada Islam dan kaum Muslimin. Mereka dapat mengalahkan Ikrimah bin Abi Jahl yang telah memimpin pasukan Muslimin. Maka untuk mengalahkannya harapan satu-satunya kini terletak di pedang Khalid. Adakah karena pembunuhan atas Malik bin Nuwairah itu, atau karena Laila yang cantik jelita, yang telah menggoda Khalid, lalu Khalid dipecat dan pasukan Muslimin menjadi korban pasukan Musailimah, dengan segala akibat yang akan dihadapi agama Allah ini!? Khalid adalah suatu mukjizat Allah dan pedangnya adalah pedang Allah — Saifullah. Itulah kebijakan Abu Bakr ketika memanggil Khalid, cukup hanya dengan menegurnya, dan dalam waktu bersamaan diperintahkannya ia berangkat ke Yamamah guna menghadapi Musailimah.

Perintah Abu Bakr Kepada Khalid

Inilah menurut hemat saya gambaran yang sebenarnya sehubungan dengan perbedaan pendapat antara Abu Bakr dengan LImar khusus mengenai hal ini. Barangkali Abu Bakr mengeluarkan perintah kepada Khalid untuk berangkat menghadapi Musailimah setelah peramal Banu Hanifah itu mengalahkan Ikrimah, untuk memperlihatkan kepada orangorang Medinah dan terutama mereka yang sependapat dengan Umar, bahwa Khalid adalah orang yang akan mengantarkan malapetaka itu, akan memberi pukulan telak, dan ketika perintah itu dikeluarkan ia akan melemparkannya ke neraka, — atau dia akan habis tenggelam. Itulah hukuman yang paling tepat atas perbuatannya terhadap Umm Tamim Laila dan suaminya. Atau kemenangan itu pula yang akan membersihkan namanya, lalu ia muncul sebagai orang yang datang dengan kemenangan yang membawa hasil, sekaligus menenteramkan hati kaum Muslimin. Dengan demikian apa yang terjadi di Butah sudah tak berarti apa-apa lagi.

Yamamah sudah membersihkan nama Khalid walaupun dalam pada itu, sebelum darah Muslimin dan darah pengikut-pengikut Musailimah kering, ia telah menikah pula dengan seorang gadis perawan, seperti yang dilakukannya dengan Laila. Atas perbuatannya ini pun Abu Bakr memberikan teguran, bahkan lebih keras lagi dari ketika mengawini Laila. Tetapi itu tak lebih dari sekadar teguran dan Khalid pun tak lebih dari sekadar mendengarkan. Saya rasa teguran Abu Bakr hanya untuk menenangkan kemarahan orang-orang semacam Abu Qatadah. Kalau saya harus merasa heran, keheranan saya kepada penulis-penulis dan para ahli sejarah yang dengan peristiwa itu mereka berusaha hendak menjelek-jelekkan Khalid. Juga tidak kurang keheranan saya kepada mereka yang berusaha hendak membelanya atau mencari-carikan alasan. Apa artinya Malik, apa artinya Laila dan apa pula artinya Bint Mujja’ah dibandingkan dengan ratusan bahkan ribuan kepala yang sudah ditebas oleh pedang Khalid atau atas perintahnya. Ratusan, bahkan ribuan kepala yang sudah lepas dari tubuh itu merupakan kebanggaan Khalid, dan itulah yang membuat dia sebagai Saifullah. Jika pada suatu saat pedangnya itu pernah menimbulkan keonaran, selama bertahun-tahun pedang itu juga telah memberikan kemenangan dan kebanggaan.

Khalid bertolak dari Medinah ke Butah setelah Abu Bakr mengeluarkan perintah agar berangkat menghadapi Musailimah di Yamamah. Sekarang ia kembali ke sana sesudah tempat itu bebas dari pembangkangan kaum murtad dan bekas-bekasnya. Ia tinggal di sana bersama pasukannya sambil menunggu datangnya bantuan dari Abu Bakr yang memang sudah dipersiapkan untuk memperkuatnya. Setelah kemudian bantuan datang, ia berangkat memimpin angkatan bersenjatanya menuju tempat orang yang mengaku nabi itu, yang di Semenanjung itu ia dipandang paling berbahaya. Ia berangkat dengan penuh rasa percaya diri dan keimanan kepada Allah, dan dengan keyakinan bahwa Allah akan memperkuatnya, akan memberikan pertolongan kepadanya. (Q.S Al-Imron: 160)

اِنْ يَّنْصُرْكُمُ اللّٰهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۚ وَاِنْ يَّخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَنْصُرُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِهٖ ۗ وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ – ١٦٠

Terjemah :
Jika Allah menolongmu, tidak ada yang (dapat) mengalahkanmu dan jika Dia membiarkanmu (tidak memberimu pertolongan), siapa yang (dapat) menolongmu setelah itu? Oleh karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.

You also like

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma Penyair Agung   

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma Penyair Agung   

Ka‘b ibn Zuhair ibn Abu Sulma adalah seorang sahabat Nabi keturunan Bani Zainah. la dikenal sebagai penyair ulung.…
Al-Hasan dan al-Husain Pemimpin Pemuda Surga   

Al-Hasan dan al-Husain Pemimpin Pemuda Surga   

Al-Hasan dan al-Husain adalah sahabat sekaligus cucu Rasulullah  saw. Keduanya adalah belahan hati Rasulullah saw. dan pemimpin para…
Kerajaan Perlak

Kerajaan Perlak

Sejarah Berdirinya Kerajaan Perlak Perlak yang terletak di Aceh Timur disebut sebagai kerajaan Islam pertama (tertua) di Nusantara,…
Hasil Peradaban Mongol Masa Islam

Perang Salib dalam Lintasan Sejarah

Perang Salib adalah perang agama yang terjadi selama hampir tiga abad sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap…
Sejarah Kerajaan Tidore

Sejarah Kerajaan Tidore

Sejarah Berdirinya Kerajaan Tidore Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku Utara, yang…
Abu Ayyub al-Anshari

Abu Ayyub al-Anshari – Tempat Persinggahan Nabi

Abu Ayyub al-Anshari adalah seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar, yang berasal dari suku Khazraj. Nama aslinya adalah…

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Shopping Cart

No products in the cart.

Return to shop

Nama Toko

Selamat datang di Toko Kami. Kami siap membantu semua kebutuhan Anda

Selamat datang, ada yang bisa Saya bantu