Zainab bint Jahsy; Umm al-Mu’minin yang Sangat Khusyu’ Beribadah

Biografi
Setelah Rasulullah saw. menikah dengan Ummu Salamah, Rasulullah saw. menikah dengan Zainab binti Jahsy. Ia adalah sepupu Rasulullah saw. Ia memiliki nama lengkap Zainab bint Jahsy ibn Ri’ab ibn Ya‘mar. Pada mulanya ia memiliki nama asli Barrah. Ayahnya bernama Jahsy ibn Ri’ab sedangkan ibunya bernama Umaimah bint Abdul Muttalib.
Sebelumnya Zainab telah menikah dengan Zaid ibn Haris, anak angkat Rasulullah saw. Setelah dicerai oleh Zaid, Allah menikahkannya dengan Rasulullah saw. yang kisahnya terdapat dalam surat Al-Ahzab.
Pada saat itu ia berusia 35 tahun. Menurut riwayat yang terkenal, ia menikah dengan Rasulullah pada bulan Dzulhijjah tahun V H. Rasulullah saw. menikahi Zainab binti Jahsy didasarkan pada perintah Allah swt. sebagai jawaban terhadap tradisi jahiliah. Zainab bint Jahsy adalah istri Rasulullah saw. yang berasal dan kalangan kerabat sendiri.
Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelum kenabian. Ayahnya adalah Jahsy ibn Rabab. Ibunda Zainab adalah bibi Rasulullah saw., yakni Umamah bint Abdul Mutalib. Pamannya adalah Hamzah ibn Abdul Mut{alib dan Abbas ibn Abdul Mutalib. Saudara laki-lakinya adalah pemegang pertama bendera panji yang pertama kali dikibarkan dalam Islam, yaitu Abdullah ibn Jahsy, dan sastrawan Islam terkemuka, yaitu Abu Ahmad ibn Jahsy. Saudara perempuannya adalah Hamnah bint Jahsy.
Dia tergolong pemimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik. Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika orang-orang Quraisy menyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik. Zainab termasuk perempuan pertama yang memeluk Islam. Ketika kaum Kafir Quraisy menyiksa umat Islam, Zainab juga turut merasakan siksaan tersebut. Allah juga telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Akhirnya, Zainab beserta keluarganya turut hijrah ke Madinah bersama keluarganya.
Zainab adalah seorang perempuan salihah, bertakwa dan tulus imannya. Hal itu dinyatakan sendiri oleh Aisyah tatkala berkata, “Aku tidak melihat seorang pun yang lebih baik agamanya dari Zainab, lebih bertakwa kepada Allah, dan paling jujur perkataannya, paling banyak menyambung silaturrahim, dan paling banyak sadaqah, paling bersungguh-sungguh dalam beramal dengan jalan sadaqah dan taqarrub kepada Allah.” Selain itu, Zainab juga terkenal dengan seorang pekerja keras. Ia menyamak kulit dan menyedekahkannya di jalan Allah dan dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin.
Pada mulanya, Rasulullah saw. melamar Zainab untuk budak (sekaligus anak angkat) beliau yakni Zaid ibn Harisah. Saat itu Zainab dan juga keluarganya tidak berkenan. Rasulullah saw. bersabda kepada Zainab, ‘Aku rela Zaid menjadi suamimu.” Maka Zainab berkata, “Wahai Rasulullah, akan tetapi aku tidak berkenan jika dia menjadi suamiku, aku adalah perempuan terpandang pada kaumku dan putri pamanmu, maka aku tidak mau melaksanakannya.”
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang memerintahkan Zainab dan Zaid melangsungkan pernikahan. Zainab berasal dan golongan terhormat, sedangkan Zaid ibn Harisah adalah budak Rasulullah yang sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah saw. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya karena diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam ibn Hizam untuk bibinya, Khadijah bint Khuwailid, lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah saw.
Harisah ibn Syarahil, ayah Zaid, selalu mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid memilih antara tetap bersama beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. Engkau bagiku adalah ayah sekaligus paman.” Setelah itu, Rasulullah saw. mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Ketika Islam datang, Zaid adalah orang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia meninggalkan Makkah, sehingga beliau sangat mencintainya.
Zaid telah mendapatkan dua kenikmatan: Allah telah memberikan nikmat kepadanya dengan keislamannya dan Rasulullah saw. telah memberinya nikmat dengan kebebasannya. Ketika Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah ibn Abdul Muttalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah saw, dan tidak jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan.
Ketika Zainab menolak lamaran Zaid, maka turunlah firman Allah:
Q.S 33:36
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ – ٣٦
Terjemah :
Tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36)
Zainab akhirnya mau menikah dengan Zaid karena taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Ini juga merupakan landasan Islam yaitu tidak ada kelebihan antara satu orang dengan orang yang lain melainkan dengan takwa. Melalui pernikahan itu Rasulullah saw. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi Jahiliyah yang senang membanggakan diri dan keturunan.
Pernikahan Zainab dengan Zaid hanya bertahan satu tahun, dan sering terjadi percekcokan antara keduanya. Setiap kali Zaid mengadu kepada Rasulullah saw. tentang kondisi rumah tangganya, Rasulullah saw. selalu menyuruhnya untuk bersabar. Padahal beliau mengetahui betul bahwa perceraian pasti terjadi, dan Allah kelak akan memerintahkan kepada beliau untuk menikahi Zainab untuk merombak kebiasaan Jahiliyah yang mengharamkan menikahi istri Zaid sebagaimana anak kandung. Hanya saja Rasulullah saw. tidak memberitahukan kepada dia ataupun kepada yang lain sebagaimana tuntutan syariat, karena beliau khawatir manusia, terutama orang-orang musyrik akan berkata bahwa Muhammad menikahi bekas istri anaknya.105 Maka Allah menurunkan firman-Nya,
وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ – ٣٧
Terjemah :
(Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak untuk engkau takuti. Maka, ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila mereka telah menyelesaikan keperluan terhadap istri-istrinya. Ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS. Al Ahzab: 37)
Al-Waqidi menyebutkan bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah saw. berbincang-bincang dengan Aisyah tiba-tiba beliau pingsan. Setelah bangun, beliau tersenyum seraya bersabda, “Siapakah yang hendak memberikan kabar gembira kepada Zainab?”, kemudian beliau membaca ayat tersebut. Maka berangkatlah seorang pemberi kabar gembira kepada Zainab untuk memberikan kabar gembira kepadanya, ada yang mengatakan bahwa Salma pembantu Rasulullah saw. yang membawa kabar gembira tersebut. Adapula yang mengatakan bahwa yang membawa kabar gembira tersebut adalah Zaid sendiri. Ketika itu beliau langsung membuang apa yang di tangannya kemudian sujud syukur kepada Allah.
Menjadi Istri Rasulullah
Allah menikahkan Zainab dengan Nabi-Nya melalui ayat-Nya, tanpa wali, dan tanpa saksi, sehingga ini menjadi kebanggaan Zainab di hadapan Ummahatul Mukminin yang lain. Beliau berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, akan tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas Arsy-Nya.” Dalam riwayat lain, “Allah telah menikahkanku di langit.” Dalam riwayat lain, “Allah menikahkanku dari langit yang ketujuh.” Dalam sebagian riwayat yang lain, “Aku lebih mulia dari kalian dalam hal wali dan yang paling mulia dalam hal wakil, kalian dinikahkan oleh orang tua kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari langit yang ketujuh.
Ketika masa iddah Zainab telah berakhir, Rasulullah saw. bersabda kepada Zaid, “Saya tidak mendapatkan seorangpun yang lebih terpercaya bagiku selain dirimu. Datanglah kepada Zainab dan pinanglah ia untukku.” Zainab pun pergi menemui Zainab. Saat itu Zainab sedang memberi ragi pada adonan tepung gandumnya. Ketika aku melihatnya, dadaku terasa sesak ketika saya tahu Rasulullah saw. menghendakinya. Aku membalikkan tubuhku dan aku mundur. Aku berkata, “Wahai Zainab, Rasulullah mengutusku untuk menyampaikan bahwa beliau meminangmu.” Zainab menjawab, “Aku belum dapat memberi keputusan sampai aku meminta petunjuk Tuhanku.” Zainab beranjak menuju tempat salatnya. Turunlah ayat al-Qur’an pada waktu itu. Rasulullah saw. kemudian datang dan masuk ke kamar Zainab tanpa meminta ijin terlebih dahulu.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah saw. dengan Zainab binti Jahsy adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman Jahiliyah. Artinya, Rasulullah saw. ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya Zaid ibn Harisah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah berfirman,
اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا – ٥
Terjemah :
Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:5)
Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dari orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah saw. menikahi Zainab setelah bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak beliau. Pada mulanya Rasulullah saw. tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Allah memberikan peringatan sekali lagi dalam QS. Al-Ahzab: 37 tersebut. Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Rasulullah saw. menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.
Zainab mulai memasuki rumah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dari kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya.
Orang-orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan Islam membesar-besarkan fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya sendiri. Karena itu, turunlah ayat yang berbunyi,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ – ٤٠
Terjemah :
Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, melainkan dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Ahzab: 40)
Suatu ketika Zainab pernah berkata kepada Nabi, “Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dari langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.” Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai hukuman atas perkataannya yang menyakitkan hati Safiyyah bint Huyay.
Keteladanan Zainab bint Jahsy
Zainab adalah seorang umm al-mukminin yang bertangan terampil. Ia menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah. Salah satu keberkahan yang terdapat pada diri Zainab serta salah satu keutamaannya adalah turunnya ayat hijab disebabkan oleh dia. Peristiwa itu terjadi pada pagi hari diselenggarakannya walimah al-urs untuk dirinya.
Sejak saat itulah hijab diwajibkan atas istri Rasulullah saw. dan atas seluruh muslimah.
Tatkala Rasulullah saw. menikahi Zainab bint Jahsy, beliau mengundang para sahabat. Mereka makan dan minum seraya berbincang bincang. Tiba-tiba Rasulullah saw. bergerak seolah-olah hendak berdiri untuk bubar. Akan tetapi, orang-orang itu tetap duduk tidak berdiri. Tatkala Rasulullah saw. melihat keadaan itu, Rasulullah saw. benar-benar berdiri. Ketika beliau berdiri, para sahabat segera mengikuti beliau berdiri. Ketika beliau berdiri, para sahabat segera mengikuti beliau berdiri, tetapi masih ada tiga orang sahabat yang duduk dan bercakap akrab di situ. Rasulullah saw. datang untuk masuk rumah, tetapi mereka masih saja duduk di situ. Akhirnya mereka berdiri dan pergi meninggalkan tempat walimah. Aku datang memberitahu Rasulullah saw. bahwa mereka telah pergi. Rasulullah saw. pun datang ke rumah Zainab lalu beliau memasukinya. Aku mengikuti Rasulullah saw. masuk rumah itu, lantas Rasulullah saw. menurunkan tirai yang menghalangiku dengan beliau. Kemudian Allah menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah Nabi sampai diijinkan kepadamu.”
Zainab bint Jahsy adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau, yaitu pada tahun 20 H., pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dalam usianya yang ke-53, dan dimakamkan di Baqi. Tatkala Aisyah mendengar berita wafatnya Zainab beliau berkata, “Telah pergi wanita yang mulia dan rajin beribadah, menyantuni para yatim dan para janda.”111 Kemudian beliau berkata, Rasulullah bersabda kepada para istrinya, “Orang yang paling cepat menyusulku di antara kalian adalah yang paling panjang tangannya…”
Maka apabila kami berkumpul, sepeninggal beliau kami mengukur tangan kami di dinding, untuk mengetahui siapakah yang paling panjang tangannya di antara kami. Hal itu kami lakukan terus hingga wafatnya Zainab binti Jahsy, kami tidak mendapatkan yang paling panjang tangannya di antara kami. Maka ketika itu barulah kami mengetahui bahwa yang dimaksud dengan panjang tangan adalah banyak sedekah. Adapun Zainab bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian dia sedekahkan di jalan Allah.
Di antara keteladanan Zainab adalah kesungguhannya dalam bekerja yang kemudian hasilnya disedekahkan kepada kaum fakir miskin. Ia juga seorang yang bertaqwa, jujur dan benar dalam ucapannya, serta sangat khusyu’ dalam beribadah.
Leave a Reply